Sejak Pandemi, Lewat GEMA Pemuda Gedor Daya Belajar Anak-anak di Bulukumba

Suasana kelas Non Covid di Desa Barugae, Kecamatan Bulukumpa, Kabupaten Bulukumba. (Foto: ist).

BERITA.NEWS, Bulukumba – Sejumlah anak muda di Desa Barugae, Kecamatan Bulukumpa, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan membentuk Gerakan Mengajar (GEMA) di tengah pendemi Covid-19 dan new normal.

Mereka adalah Sulhiyah, Hasrawati, St Saadatur Rahmayani, Sri Yusnidar, dan Sriwani Ilyas, Reski Erik Sandi. Para pendiri ini terdiri dari berbagai latar pendidikan dan juga menjadi mentor di GEMA.

Sri Yusnidar yang juga alumni Strata Satu UIN Alauddin Makassar mengatakan, GEMA adalah sebuah proyek kerja pengabdian kaum muda, di tengah bencana Covid-19. Lahir dari rasa keprihatinan dan keresahan sehingga terpanggil agar turut berkeringat bekerja sama atas nama Manusia di Bumi Butta Panrita Lopi. GEMA bergerak menyentuh sektor pendidikan yang juga terkena efek bencana dari covid-19 selain sektor kesehatan dan ekonomi.

“Hadirnya GEMA diharapkan mampu meringankan beban pikiran, regulasi dan kebijakan dari Pemerintah Kabupaten Bulukumba agar kondisi ini menjadi tanggungjawab bersama dan semua elemen masyarakat bisa mengambil langkah melibatkan diri dengan kemampuan dan kesanggupan masing-masing,” kata Sri Yusnidar, Rabu Juli 2020.

Gerakan Mengajar (GEMA) menggunakan rumah dan alam terbuka sebagai tempat utama dalam kegiatan belajar mengajar. Pendekatan ini, kata Sri Yusnidar bisa membuat anak-anak atau peserta didik nyaman belajar sesuai dengan keinginannya.

“Mereka dapat belajar dengan riang gembira seperti suasana sekolah dan jam belajarnya tatap muka sangat lentur, yaitu dua kali dalam seminggu,” kata dia.

Khusus di Barugae diberi nama Kelas GEMA Pendemi. Sri Yusnidar menjelaskan bahwa sejak awal memang sudah disepakati proses belajar mengajarnya tidak seformal di sekolah, dengan harapan peserta didik merasa tidak bosan.

Baca Juga :  Sekda Takalar Buka Pelatihan Peningkatan Kapasitas Pengurus KDKMP Tahun 2025

“Jadi kadang belajar sambil main, dan puisi di tengah sawah biar kita bisa menyampaikan juga bahwa belajar tidak meski di kelas, tapi di alam pun kita bisa belajar. Itu yang coba kita tanamkan pada pola pikir adik-adik,” ungkapnya.

Jumlah siswa terdiri dari 16 orang yang berasal dari berbagai sekolah dasar. Dimana awal Pandemi Covid sekolah diliburkan, pada saat itulah Pandemi banyak relawan yang mau meluangkan waktu dan tenaganya untuk mengajar para anak-anak di Barugae.

“Harapannya biar mereka juga tidak lupa akan pendidikan. “Kelas Non-covid” itu sebagai nama kelas ji. Tujuan dikasi nama supaya penanda, karena setiap desa akan terdiri dari beberapa kelas. Di sektor Kecamatan Bulukumpa itu sepakat untuk memberikan nama yang berbau pandemi corona, karna kita sekarang berada pada masa pandemi. Di sektor kecamatan yang lain memberi nama kelasnya dengan kelas ceria, kelas bahagia dan lain sebagainya,” kata dia.

Sementara itu, Sulhiyah yang merupakan mahasiswi Satra Ingris UNM mengatakan, nama kelas Non Covid diangkat supaya bisa mengatur mindset bahwa Covid bukanlah penghalang untuk tetap menuntut ilmu. Ada atau tidak adanya Covid, anak-anak di daerah harus tetap gigih menuntut ilmu.

“Karena sebenarnya ini kita diwadahi sama Komunitas Pandemi Panrita Lopi. Terus ini Pandemi merekrut relawan dari berbagai wilayah di Bulukumba. Saya sebagai salah satu relawan yang menjadi mentor sekaligus Wali kelas di Desa Barugae,” tuturnya.

  • Putri

Comment