Kenaikan PBB-P2: DPRD Jangan Jadi Stempel Eksekutif

pbb-p2

Syarifuddin Jurnalis Berita.News

BERITA.NEWS, OPINI — Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di sejumlah daerah kembali menjadi polemik.

Alih-alih menjadi instrumen pembangunan yang berkeadilan, kebijakan ini justru kerap menambah beban masyarakat yang masih berjuang dalam tekanan ekonomi.

Yang lebih ironis, kebijakan yang menyentuh langsung kantong rakyat ini seolah lahir tanpa perhitungan matang terhadap daya bayar masyarakat.

Pertanyaan krusial muncul: di mana posisi DPRD? Bukankah DPRD adalah representasi rakyat yang seharusnya memastikan setiap kebijakan daerah berpihak pada kepentingan publik, bukan semata kepentingan pendapatan daerah?

Jika kenaikan PBB-P2 berjalan mulus tanpa ada perlawanan berarti dari DPRD, maka wajar publik menilai lembaga wakil rakyat ini hanya berperan sebagai “tukang stempel” kebijakan eksekutif.

Kritik publik terhadap DPRD bukan tanpa alasan. Fungsi pengawasan dan budgeting seharusnya dijalankan dengan keberpihakan pada masyarakat.

Namun, dalam praktiknya, suara rakyat seringkali tenggelam di balik ruang-ruang rapat yang penuh kalkulasi angka. DPRD seakan melupakan bahwa legitimasi mereka lahir dari rakyat, bukan dari eksekutif.

Kenaikan PBB-P2 semestinya dibarengi dengan transparansi, sosialisasi, dan pertimbangan kondisi sosial-ekonomi warga.

Apakah semua itu sudah dijalankan sebelum kebijakan ini ditetapkan? Jika jawabannya tidak, maka kebijakan ini jelas cacat moral.

Pemerintah daerah boleh saja mengejar peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), tetapi bukan berarti rakyat harus selalu menjadi korban pertama.

DPRD harus sadar: diamnya mereka adalah pengkhianatan terhadap amanah konstituennya.

Jika mereka gagal memperjuangkan aspirasi masyarakat dalam isu yang langsung menyentuh kebutuhan dasar, maka citra “wakil rakyat” hanya akan menjadi slogan kosong.

Publik berhak marah, karena yang mereka lihat bukan wakil rakyat, melainkan wakil kepentingan kekuasaan.

Comment