BERITA.NEWS, Bantaeng — Kisah memilukan datang dari Nengsih, seorang eks karyawan PT Huadi Nickel-Alloy Indonesia di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan.
Ia mengaku mengalami keguguran sebanyak tiga kali selama bekerja di perusahaan tersebut karena dipaksa bekerja hingga 12 jam per hari, tanpa mempertimbangkan kondisi kesehatannya yang tengah hamil.
“Selama kerja di situ, saya pernah hamil tiga kali, tapi semuanya gugur. Saya tetap disuruh kerja terus, padahal sudah bilang ke atasan kalau kondisi saya tidak kuat,” ungkap Nengsih saat diwawancarai, Minggu (12/10/2025).
Padahal, Undang-Undang Ketenagakerjaan telah mengatur bahwa waktu kerja karyawan maksimal 8 jam per hari, serta memberikan hak cuti hamil dan melahirkan bagi pekerja perempuan.
Namun, Nengsih mengaku permintaan cuti hamil dengan surat dokter tidak pernah dikabulkan oleh pihak perusahaan.
“Saya sudah minta cuti waktu hamil, tapi tidak dikasih. Katanya kalau tidak masuk, dianggap berhenti sendiri. Kalau sakit dan tidak masuk kerja, gaji dipotong,” tambahnya dengan nada sedih.
Ia juga menuturkan, sebagian besar pekerja perempuan di PT Huadi harus bekerja melebihi batas waktu yang ditetapkan undang-undang, terutama pada shift malam dari pukul 20.00 WITA hingga 08.00 WITA.
“Kami kerja dari pagi sampai malam, kadang lebih dari 12 jam. Kalau tidak ikut, takut dimarahi atau diputus kerja,” ujarnya.
Kondisi tersebut membuat banyak buruh perempuan merasa tidak memiliki perlindungan maupun keadilan di tempat kerja.
Beberapa di antaranya bahkan mengalami tekanan fisik dan mental akibat jam kerja yang panjang.
Nengsih yang mulai bekerja sejak 2021 mengatakan, dokter menyebut kegugurannya terjadi karena kurang istirahat akibat kerja malam yang berlebihan.
“Saat itu shift malam, saya rasa sakit malam itu, saya minta tolong ganti posisi ke rekan kerja. Saya tidak bisa tahan rasa sakit, pas saya pulang, saya sudah keguguran,” kenangnya.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Serikat Buruh Industri dan Pertambangan Energi Kawasan Industri Bantaeng (SBIPE KIBA), Junaid Judda, mengecam keras praktik tersebut dan menyebutnya sebagai pelanggaran serius terhadap hak-hak pekerja perempuan, khususnya yang sedang hamil.
“Cuti hamil itu hak dasar. Kalau sampai menyebabkan keguguran, ini bukan hanya masalah ketenagakerjaan, tapi juga kemanusiaan,” tegas Junaid.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak manajemen PT Huadi Bantaeng belum memberikan tanggapan resmi atas dugaan pelanggaran yang disampaikan oleh Nengsih dan sejumlah eks karyawan lainnya.


Comment