Kasus Pembebasan Lahan, Laksus Dukung Kejati Periksa Pejabat Takalar

Muh Anshar ketua LSM Laksus.(BERITA.NEWS/Abdul Kadir).

Muh Anshar ketua LSM Laksus.(BERITA.NEWS/Abdul Kadir).

BERITA.NEWS, Takalar – Direktur Lembaga Antikorupsi Sulsel (Laksus), Muh Ansar mendukung langkah Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel untuk memeriksa sejumlah pejabat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Takalar.

Pemeriksaan tersebut guna mendalami laporan dugaam korupsi pembebasan lahan untuk pembangunan rumah sakit standar internasional di Desa Aeng Batu batu, Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar.

“Kami baru saja menerima informasi dari Kejati. Pihak Kejati mulai akan memeriksa pejabat terkait,” kata Ansar kepada BERITA.NEWS saat ditemui, Kamis (7/11/2019).

Menurut Ansar, kuat dugaan markup atau manipulasi harga lahan oleh pihak Pemkab Takalar pada pembebasan lahan RS standar internasional dengan mengeluarkan dana sekitar Rp12 miliar.

Dimana, kesalahan mendasar proyek tersebut lantaran tidak adanya studi kelayakan dan dokumen analisis dampak lingkungan (Amdal). Ansar juga menduga harga pembebasan lahan Rumah Sakit Takalar sangat mahal dan tidak mendasar pada Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP).

Seharusnya meski memakai harga pasar, Pemkab Takalar melalui tim apresialnya menjadikan NJOP untuk acuannya. Sebab NJOP menjadi dasar perhitungan harga pasaran.

“Penggunaan NJOP sangat penting dalam proses penaksiran harga tanah. Langkah itu dimaksudkan untuk menghindari adanya permainan harga tanah atau spekulan. Sebab berdasarkan NJOP tahun 2019 di wilayah Aeng Batu-Batu harga tanah permeternya hanya Rp20.000 yang artinya penentuan harga Rp12 miliar untuk lahan seluas 2 hektare kami menganggap kemahalan,” ujar Ansar.

Baca Juga :  Pertamina Patra Niaga IT Kendari Latih Ibu-ibu Masak Makanan Bergizi untuk Balita

Bahkan kata Ansar, Tim Laksus turun ke lokasi dan menanyakan langsung kepada mantan Kepala Desa Aeng Batu-batu yang istrinya saat ini menjabat pelaksana tugas Kepala Desa Aeng Batu-batu mengatakan, jika Pemkab Takalar baru membayarkan lahan tersebut seluas 5000 meter persegi atau kurang lebih Rp3 miliar pada tahun 2018.

“Hal ini sangat bertentangan dengan penjelasan yang diberikan oleh mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Kabupaten Takalar yang kini menjabat sebagai Asisten I Pemkab Takalar bahwa terkait pembebasan lahan sudah terbayarkan sebanyak Rp12 miliar atau seluas 2 Ha,” tegas Ansar.

Terkait dengan temuan-temuan tersebut, Laksus berharap agar Kejati Sulsel bisa menuntaskan perkara tersebut. “Potensi kerugian negaranya sangat besar, harus menjadi perhatian dari Kejati Sulsel,” pungkasnya.

  • Abdul Kadir

Comment