BERITA.NEWS – Meskipun sutera diharamkan untuk laki-laki, namun bila tidak berbahan 100% sutera asli tertapi bercampur dengan bahan non sutera, para ulama khususnya mazhab Asy-Syafi’iyah masih membolehkannya dengan beberapa catatan.
A. Dalil Pengharaman Sutera
Ada beberapa hadits yang shahih tentang keharaman emas dan sutera buat laki-laki dari umat Nabi Muhammad SAW
أُحِل الذَّهَبُ وَالْحَرِيرُ لإِنَاثٍ مِنْ أُمَّتِي وَحُرِّمَ عَلَى ذُكُورِهَا
Dihalalkan emas dan sutera buat wanita dan diharamkan keduanya buat laki-laki dari umatku. (HR.An-Nasa’i )

إِنَّ هَذَيْنِ حَرَامٌ عَلَى ذُكُورِ أُمَّتِي حِلٌّ لإِنَاثِهِمْ
Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahuanhu bahwa Nabi SAW memegang sutera dengan tangan kananya dan emas dengan tangan kirinya kemudian mengangkatnya sambil bersabda,”Kedua benda ini haram bagi laki-laki dan halal bagi perempuan dari umatku. (HR. Ibnu Majah)
الذَّهَبُ وَالْحَرِيرُ حِلٌّ لإِنَاثِ أُمَّتِي حَرَامٌ عَلَى ذُكُورِهَا
Dari Zaid bin Al-Arqam dan Watsilah bin Al-Asqa’ radhiyallahuanhuma bahwa Nabi SAW bersabda,”Emas dan sutera halal hukumnya buat wanita dari umatku namun haram buat laki-laki dari umatku. (HR. At-Thabarani)
Dan masih banyak lagi hadits-hadits lain yang menjadi larangan memakain pakaian yang terbuat dari serat-serat ulat sutera.
B. Ketentuan
Para ulama sepakat mengharamkan sutera dengan beberapa ketentuan sebagai berikut :
1. Haramnya Hanya Bagi Laki-laki Yang Sudah Baligh
Sedangkan para wanita dan anak-anak tidak termasuk yang terkena larangan untuk mengenakan pakaian terbuat dari bahan sutera.
2. Hanya Yang Sudah Baligh
Sebagian ulama dari mazhab Asy-Syafi’iyah menegaskan bahwa laki-laki yang masih kecil atau belum baligh dihalalkan memakai sutera. Alasannya karena larangan agama itu hanya berlaku untuk mereka yang mukallaf, yaitu yang sudah baligh. Dan larangan itu tidak berlaku buat anak-anak karena mereka belum mukallaf dan juga belum baligh. Sebaliknya, sebagian pendapat ulama lain menegaskan bahwa meski belum baligh, namun anak laki-laki tetap terkena hadits pelarangan laki-laki memakai sutera. Selain itu mereka juga berdalil dengan hadits Jabir berikut ini :
كُنَّا نَنْزِعُهُ عَنِ الْغِلْمَانِ وَنَتْرُكُهُ عَلَى الْجَوَارِي
Dahulu kami mencabut sutera dari anak laki-laki dan membiarkannya dari anak perempuan. (HR. Abu Daud)
3. Hanya Pada Pakaian Saja
Yang diharamkan dari sutera hanya apabila dijadikan pakaian yang dikenakan di badan seorang laki-laki. Sedangkan bahan sutera apabila bukan untuk pakaian, hukumnya tidak diharamkan.
4. Hanya Berlaku Pada Sutera Asli Dari Ulat Sutera
Di masa modern dewasa ini sudah dapat diciptakan berbagai macam produk sintetis, termasuk salah satunya kain sutera sintetis. Banyak orang yang sedikit terkecoh dengan istilah sutera sintetis ini. Sebagian orang mengira bahwa sutera sintetis adalah kain biasa yang dipintal dengan mencampurkan sebagiannya dengan benang sutera, sehingga kain itu akan mengandung sutera sekian persen.
Ternyata anggapan ini keliru. Istilah sutera sintetis itu ternyata memang betul-betul sintetis, sehingga yang lebih tepat disebut dengan istilah artifisal atau tiruan. Kalau kain sutera dipintal dari benang sutera yang dihasilkan dari kepompong ulat sutera, maka sutera tiruan tidak ada kaitannya dengan ulat sutera.
Sutera tiruan dibuat di dalam pabrik dengan bahan baku dari tumbuhan, baik dari kulit padi, kurma atau lainnya, yang diproses dengan komposisi sedemikian rupa sehingga kain yang dihasilkan akan mendekati kelembutan kain sutera.
Maka hukum memakai sutera sintetis atau sutera tiruan ini halal buat laki-laki, dengan beberapa alasan :
- Sutera sintetis bukan sutera, hanya namanya saja sutera, tetapi hakikatnya bukan sutera, karena tidak dibikin dari kepompong ulat sutera.
- Meski penampilan fisik sutera buatan ini mirip dengan sutera asli, tetapi dari segi harganya berbeda jauh. Harga sutera buatan jauh lebih rendah dari harga sutera asli. Dan harga tidak pernah berdusta.
- Yang menjadi ‘illat atas keharaman sutera asli bukan sekedar kelembutan kain, sebab bulu hewan pun banyak yang lebih lembut dari sutera, tetapi tidak diharamkan. ‘Illat keharaman sutera karena secara nash telah diharamkan buat laki-laki, sebagaimana bunyi haditsnya.
mengenakan pakaian yang terbuat dari sutera, apabila benang untuk membuat kain itu 100% murni terbuat dari serat-serat ulat sutera.
5. Boleh Untuk Orang Sakit
Ibnu Hubaib dari mazhab Al-Malikiyah membolehkan laki-laki memakai pakaian yang terbuat dari sutera bila dengan alasan sakit kulit. Dasarnya adalah hadits shahih berikut ini :
رَخَّصَ لِعَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ وَالزُّبَيْرِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا فِي لُبْسِ الْحَرِيرِ لِحَكَّةٍ كَانَتْ بِهِمَا
Rasulullah SAW memberi keringanan buat Abdurrahman bin Auf dan Az-Zubair radhiyallahuanhuma untuk memakai pakaian dari sutera karena penyakit kulit yang menimpa mereka. (HR. Bukhari)
6. Boleh Bila Cuma Sedikit
Para ulama menyebutkan keharaman sutera buat laki-laki bila seluruh pakaiannya terbuat dari bahan itu. Sedangkan bila ada bagian kecil dan hanya tertentu saja yang terbuat dari sutera, hal itu merupakan keringanan alias rukhshah.
Dasarnya adalah hadits nabawi berikut ini :
نَهَى عَنْ لُبْسِ الْحَرِيرِ إِلاَّ مَوْضِعَ إِصْبَعَيْنِ أَوْ ثَلاَثٍ أَوْ أَرْبَعٍ
Rasulullah SAW melarang memakai sutera kecuali pada bagian kecil seukuran dua, tiga atau empat jari (HR. Muslim)
Hadits ini juga menjadi dasar kebolehan sutera bila untuk bagian tambahan yang terpisah dari pakaian. Istilahnya adalah ‘alam. Bahkan Ibnu Hubaib membolehkan sutera pada ‘alam ini meski ukurannya besar.

C. Sutera Campuran
Apabila pakaian terbuat dari benang sutera asli yang ditenun dengan benang yang bukan sutera, dengan perbandingan tertentu, menjadi kain yang separuhnya mengandung bahan sutera.
Hukum sutera campuran ini masih diperdebatkan oleh para ulama, sebagian membolehkan dan yang lain mengharamkan.
Mazhab Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah mengharamkan bila campuran suteranya lebih banyak dari bahan lainnya. Dan ukuran perbandingannya berdasarkan beratnya. Bila berat benang sutera lebih banyak dari berat benang lainnya, maka dianggap suteranya lebih banyak. Dan berlaku juga sebaliknya.
Ada lagi cara pengukurannya seperti dituliskan dalam kitab Al-Majmu’ oleh An-Nawawi, bahwa bila yang lebih terlihat adalah bagian suteranya, maka hukumnya haram. Sebaliknya, bila suteranya tidak terlihat, hukumnya boleh.
Al-Atsram termasuk yang membolehkan laki-laki mengenakan pakaian yang terbuat dari sutera campuran.
Mazhab Al-Hanafiyah menyatakan jika yang menjadi dasarnya adalah bahan bukan sutera maka hal tersebut dibolehkan.
Sedangkan mazhab Al-Malikiyah menyatakan bahwa hal tersebut termasuk perbuatan makruh, dan lebih baik ditinggalkan, karena termasuk perkara yang syubhat. [1]
Rasulullah SAW bersabda:
Siapa yang menjaga dirinya dari perkara-perkara yang syubhat maka ia telah menjaga dirinya dan kehormatannya.(HR Muslim)
D. Shalat Memakai Pakaian Sutra
Ini bagian dari pertanyaan yang paling penting, yaitu seorang laki-laki bila dia mengenakan pakaian yang terbuat dari sutera lalu dia kenakan sutera itu ketika shalat, apakah shalatnya itu sah atau tidak? Haruskah dia mengulangi lagi shalatnya karena dianggap tidak sah ataukah cukup tidak perlu diulang?
Ada perbedaan pendapat dari para ulama dalam hal ini, yaitu apakah pakaian yang menjadi syarat sah shalat dengan menutup aurat itu tetap wajib dikenakan meski pakaian itu haram?
Namun kebanyakan ulama menyatakan bahwa menutup aurat dalam shalat tetap wajib dilakukan, meskipun pakaian itu haram dikenakan karena hasil curian ataupun sebab-sebab keharaman lainnya. Termasuk apabila dia mengenakan pakaian sutera.
فإذا صَلَّى بثوبٍ مُحَرَّمٍ فصلاتُه صحيحة؛ لكنه آثمٌ؛ لأنه متلبِّسٌ بثوب محرَّم
Bila seorang shalat dengan pakaian haram, maka shalatnya tetap sah meskipun dia berdosa karena memakai pakaian yang haram. [3]
ولا إعادة على فاقد ما يستر عورته ولو حريرا فإنه إن وجد الحرير لزمه الصلاة فيه لأن فرض الستر أقوى من منع لبسه في هذه الحالة
Tidak perlu mengulangi shalat bagi orang yang tidak punya penutup aurat kecuali sutera. Bila yang ada hanya sutera wajib atasnya untuk mengerjakan shalat mengenakan sutera itu, karena kewajiban menutup aurat dalam shalat lebih kuat dari larangan memakai sutera dalam kasus ini. [4]
وَمَنْ لَمْ يَجِدْ إِلاَّ حَرِيراً أَوْ نَجساً صَلَّى بِهِ
Orang yang tidak menemukan pakaian penutup aurat kecuali sutera atau pakaian bernajis, maka dia wajib mengenakakannya dalam shalat. [5]
Demikian penjelasan tentang sutera ini semoga bisa menambah wawasan kita dalam menjalankan agama dan syariat-Nya, Amin.
Wallahua’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahamtullahi wabarakatuh,
(*)
Comment