Penasehat Hukum Mantan Direksi PDAM Minta BPK Anulir LHP 63/LHP/XIX/MKS/12/2018

Muh Asfah A. Gau SH

BERITA.NEWS, Makassar – Penasehat hukum saksi kasus PDAM Makassar mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menganulir Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Nomor 63/LHP/XIX/MKS/12/2018 tanggal 28 Desember tahun 2018 terkait premi asuransi dwiguna serta iuran pensiun pada Dapenma PAMSI.

Muh Asfah A. Gau SH, selaku penasehat hukum dua mantan Direksi PDAM Makassar, yakni Kartika Baddo dan Irawan Abadi menegaskan, kedua kliennya diperiksa sebagai saksi kasus dugaan tindak pidana korupsi di PDAM Kota Makassar tahun anggaran 2016 hingga 2018 oleh Kejaksaan Tinggi Sulsel.

Menurut Muh Asfah, pokok yang mendasari fakta hukum yang ada yaitu penggunaan dana PDAM Kota Makassar untuk Pembayaran Tantiem dan Bonus Jasa Produksi Tahun 2017 hingga 2019 serta
premi Asuransi Dwiguna Jabatan bagi Walikota dan Wakil Walikota serta Premi Dana Pensiun Ganda Tahun 2016 hingga 2018,

Muh Asfah menguraikan, berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Nomor: PRINT-516/P.4/Fd.1/011/2021 tanggal  12 November 2021, dengan ini disampaikan penjelasan mengenai kedudukan yang bersangkutan dalam terjadinya pembayaran, tantiem dan bonus jasa produksi tahun 2017.

Surat Keputusan Walikota Makassar Nomor : 821.29.535-2015 Tanggal 22 September 2015 Tentang Pengangkatan Direksi Perusahaan Daerah Air Minum Kota Makassar, kata Muh Asfah, berdasarkan Peraturan Walikota Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perusahaan Daerah Air Minum Kota Makassar yang telah dirubah dengan Peraturan Walikota Nomor 56 Tahun 2012 .

Bahwa Direktur Keuangan bersama Direktur Utama melakukan penandatanganan bersama untuk persetujuan pembayaran atas dokumen tagihan dan atau pengeluaran perusahaan. Adapun Tantiem dan Bonus Jasa  Produksi yang dibayarkan pada saat yang bersangkutan menjabat Direktur Keuangan  Tahun 2017 merupakan Laba Bersih Tahun 2016, dibayarkan berdasarkan.

Keputusan Walikota Makassar Nomor : 1016/900.539/Kep/I/2017 Tanggal 03 Mei Tahun 2017,   Keputusan Direksi Nomor : 108/B.3a/V/2017 Tanggal 24 Mei Tahun 2017,  Keputusan Direksi Nomor : 125/B.3a/VI/2017 Tanggal 20 Juni Tahun 2017.

“Sepengetahuan kami keputusan tersebut di atas berdasarkan Peraturan Daerah Tingkat II Ujung Pandang Nomor 6 Tahun 1974 Tentang Pendirian Perusahaan Daerah Air Minum Daerah Tingkat II Ujung Pandang sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 11 Tahun 2006 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Kotamadya Tingkat II Ujung Pandang Nomor 6 Tahun 1974 Tentang Pendirian  Perusahaan Daerah Air Minum Tingkat II Ujung Pandang.  Bahwa berdasarkan uraian di atas maka dapatlah kami pertegas tentang kedudukan hukum kedua saksi sebagai berikut :

PDAM Kota Makassar saat itu belum berbentuk Perusahaan Umum Daerah atau Perusahaan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tersebut dengan tegas menyebutkan :

Pasal 4

(1) Daerah dapat mendirikan BUMD
(2) Pembuatan BUMD ditetapkan dengan Perda
(3) BUMD terdiri atas :
a. Perusahaan Umum Daerah; dan
b. Perusahaan Perseroan Daerah
(4) Kedudukan Perusahaan umum Daerah sebagai badan hukum diperoleh pada saat Perda yang mengatur mengenai pendirian perusahaan umum Daerah mulai berlaku.
(5) Kedudukan perusahaan perseroan Daerah sebagai badan hukum diperoleh sesuai dengan ketentuan undang-undang yang mengatur mengenai perseroan terbatas.

Pasal 140
Semua peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan BUMD tetap berlaku sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan dengan ketentuan dalam peraturan pemerintah ini.

Bahwa ketentuan hukum yang menjadi Regulasi tetap saat itu Perda Kotamadya Ujung Pandang Nomor 6 Tahun 1974.

Munculnya perbedaan perhitungan antara BPK yang sudah menggunakan PP. 54 Tahun 2017, sementara PDAM Kota Makassar masih menggunakan Perda Nomor 6 Tahun 1974 oleh karena dalam ketentuan PP Nomor 54 itu dengan tegas menjelaskan sedemikian yaitu:

Pasal 4
(1) Daerah dapat mendirikan BUMD
(2) Pembuatan BUMD ditetapkan dengan Perda

(3) BUMD terdiri atas :
a. Perusahaan Umum Daerah; dan
b. Perusahaan Perseroan Daerah
(4) Kedudukan Perusahaan umum Daerah sebagai badan hukum diperoleh pada saat Perda yang mengatur mengenai pendirian perusahaan umum Daerah mulai berlaku.
(5) Kedudukan perusahaan perseroan Daerah sebagai badan hukum diperoleh sesuai dengan ketentuan undang-undang yang mengatur mengenai perseroan terbatas.

Pasal 140

Semua peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan BUMD tetap berlaku sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan dengan ketentuan dalam peraturan pemerintah ini.
Oleh Karena PP Nomor 54 Tahun 2017 tersebut belum memiliki petunjuk tehnis sehingga PDAM Kota Makassar masih tetap menggunakan regulasi yang ada yaitu Perda Nomor 6 Tahun 1974.

II. Premi Asuransi Dwiguna Jabatan bagi Walikota dan Wakil Walikota termasuk dalam dua perjanjian yaitu:

a. Addendum Ketiga  Perjanjian Kerjasama  antara PDAM Kota Makassar dengan Asuransi Jiwa Bersama Bumiputra 1912 Tentang Pengelolaan Asuransi Jabatan Direksi dan Badan Pengawas PDAM Kota Makassar Nomor 098/BP-PDAM MKS/ADD/XII/2012 Tanggal 17 Desember 2012; dan.
b. Addendum Pembaharuan Perjanjian Kerjasama Tentang Pengelola-an Program Kesejahteraan Karyawan Tunjangan Hari Tua Nomor 001/B.3a/I/2013 dan 004/BP-PDAM KM/ADD/I/2013 dengan manfaat sama yang berlaku sampai dengan Desember 2015.
c. Tahun 2016 Perjanjian Kerja sama antara PDAM Kota Makassar dengan Asuransi Jiwa Bersama Bumiputra 1912 tentang Pengelolaan Asuransi Dwiguna Jabatan Bagi Direksi dan Badan Pengawas PDAM Kota Makassar Nomor : 002/B.3d/I/2016 dan 051/BP-PDAM MKS/PKS/III/2016 dengan manfaat seperdua dari penjumlahan manfaat dari perjanjian sebelumnya.
Dari ketiga alasan hukum tersebut diatas maka dapat kita menyadari konsekwensi hukumnya yaitu :

PDAM Kota Makassar berkewajiban untuk memberikan Tunjangan Hari Tua sebagaimana diwajibkannya berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Pelaksanaa kegiatan menghimpun dana pension harus dilaksanakan berdasarkan ketentuan pasal 116 Perda Nomor 6 Tahun 1989 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kepegawaian PDAM Kotamadya Ujung Pandang(sekarang bernama Kota Makassar,

III. Iuran Dana Pensiun  pada DAPENMA PAMSI dibayarkan berdasarkan penyampaian iuran bulan berjalan yang diterbitkann oleh DAPENMA PAMSI.
Adapun kepesertaan PDAM Kota Makassar DAPENMA PAMSI setelah mendapat persetujuan dari Walikota Makassar Nomor : 690/2173/EKBANG/XII/ 2015 Tanggal 16 Desember 2015.

Bahwa sebelum mendapat persetujuan dari Walikota Makassar telah pula hal tersebut kami berdasar pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor : 2 Tahun 2007
Tentang Organ Dan Kepegawaian Perusahaan Daerah Air MinumDalam peraturan tersebut Pada BAB VII DANA PENSIUN menyebut di:
Pasal 51

Direksi dan Pegawai PDAM wajib diikutkan pada Program Pensiun yang diselenggarkan oleh Dana Pensiun Pemberi Kerja atau Dana Pensiun Lembaga Keuangan.

Penyelenggara Program Pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas pertimbangan optimalisasi dan kepastian manfaat bagi Direksi dan Pegawai PDAM sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Atas pertimbangan efektivitas dan efisiensi penyelenggara program pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diutamakan Dana Pensiun Pemberi Kerja diselenggarakan oleh gabungan PDAM.

Muh Asfah menegaskan, analisa hukum terkait hal itu, Berdasarkan uraian satu hingga 3 , maka terdapat kendala hukum dalam pokok permasalahan tersebut, yaitu :

Bahwa apa yang dilakukan oleh klien kami dalam kedudukannya sebagai direksi di PDAM Kota Makassar telah menjalankan tugas pokok, kewajiban dan tanggun jawabnya berdasakan ketentuan dan atau regulasi yang ada dan berlaku dalam ruang lingkup kerja PDAM antara lain, Perda Nomor 6 Tahun 1974, Surat Keputusan Walikota RKAP setiap tahun mata anggaran dan SOP PDAM.

Ia menambahkan ,terdapat pertentangan kewajiban hukum, antara Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tagun 2017 dengan Perda Nomor 8 Tahun 2015, Surat Edaran Mendagri Nomor : 690/477/BJ dan Surat-surat Keputusan Walikota. Juga terdapat perbedaan pendapat mengenai rezim hukum yang mengikat kepada PDAM, antara menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 ataukah masih menggunakan Perda Kotamadya Ujung Pandang Nomor 6 Tahun 1974;

Terdapat pertentangan kewajiban hukum, antara Peraturan Pemerintah Nomor 54 TAhun 2017 dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan jo. Perda Nomor 6 Tahun 1989 dan kekuatan hukum kontrak/perjanjian (vide Pasal 1338 KUH Perdata).;

Dari sudut hirarki perundang-undangan berdasarkan Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2011, maka kedudukan Undang-undang, Peraturan Pemerintah dan Perda sama-sama memiliki kekuatan hukum yang sama sebagai sumber hukum di Indonesia.;
Jika timbul pertentangan pelaksanaannya, maka berlakulah asas hukum “lex specialist derogate legi general” (hukum yang bersifat khusus didahulukan daripada hukum yang bersifat umum). In casu, dalam mengkaji mengenai masalah PDAM maka tentunya Perda Nomor 8 Tahun 2015, Perda Nomor 6 Tahun 1974 dan Perda Nomor 6 Tahun 1989 yang khusus mengatur mengenai PDAM harus didahulukan daripada ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017, sampai adanya pencabutan terhadap Perda-perda tersebut.;

Dalam hal terdapat pertentangan antara kewajiban hukum yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 dengan kewajiban hukum yang diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dan kekuatan hukum kontrak/perjanjian (vide Pasa 1338 KUH Perdata), maka berlakukah asas hukum “lex superiori derogate legi inferiori” (hukum yang lebih tinggi kedudukannnya didahulukan daripada hukum yang lebih rendah kedudukannya). Sehingga berdasarkan Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2011, terlihat jelas bahwa kedudukan undang-undanga lebih tinggi dibandingkan dengan kedudukan Peraturan Pemerintah, sehingga undang-undang wajib untuk didahulukan.;
Dalam hal terdapat perbuatan melaksanakan kewajiban undang-undang tersebut kemudian diduga sebagai suatu peristiwa pidana karena mengabaikan peraturan pemerintah yang dimaksud, maka berdasarkan Pasal 50 KUHP (barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak dapat dipidana), perbuatan tersebut tidak dapat dituntut pidana.;

Lebih jauh lagi berkenaan dengan ketentuan Pasal 50 KUHP ini, telah berulangkali dinyakatan pula dalam yurisprudensi-yurisprudensi tetap di Indonesia, terakhir dengan Yurisprudensi Keputusan Mahkamah Agung R.I. Nomor 23 PK/Pid/2001, yang kaidahnya antara lain menegaskan bahwa : mengenai kemungkinan adanya cacat atau kekeliruan atau ketidaksesuaian lagi antara Perda dengan Peraturan Pemerintah yang terakhir dikeluarkan, maka menurut Mahkamah Agung tidak dapat dipertanggung jawabkan secara pribadi kepada Terdakwa, karena berdasarkan Pasal 38 Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 kekuasaan membuat peraturan tersebut ada pada Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, bukan berada dalam kekuasaan Terdakwa.;

Dari uraian di atas, kata Muh Asfah,
Berdasarkan hal-hal yang diuraikan di atas, maka tidak terlaksananya surat Wakil Walikota Makassar Nomor 700.04R/0040?TL-BPK/I/2019 tanggal 30 Januari 2019 perihal Tindak Lanjut Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan Nomor : 63/LHP/XIX.MKS/12/2018 tanggal  18 Desember 2018, Oleh karena :

PDAM Kota Makassar saat itu belum berbentuk Perusahaan Umum Daerah atau Perusahaan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tersebut dengan tegas menyebutkan :
Pasal 4
(1) Daerah dapat mendirikan BUMD
(2) Pembuatan BUMD ditetapkan dengan Perda
(3) BUMD terdiri atas :
a. Perusahaan Umum Daerah; dan
b. Perusahaan Perseroan Daerah
(4) Kedudukan Perusahaan umum Daerah sebagai badan hukum diperoleh pada saat Perda yang mengatur mengenai pendirian perusahaan umum Daerah mulai berlaku.
(5) Kedudukan perusahaan perseroan Daerah sebagai badan hukum diperoleh sesuai dengan ketentuan undang-undang yang mengatur mengenai perseroan terbatas.

Pasal 140
Semua peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan BUMD tetap berlaku sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan dengan ketentuan dalam peraturan pemerintah ini.

Bahwa berdasarkan fakta hukum akan nampak dengan jelas bahwa kedua klien kami tidak terkait dengan perilaku tercelah dalam kedudukannya sebagai Direksi PDAM Kota Makassar oleh karena kedua klien kami tersebut hanya bekerja dibawah perintah jabatan yang sah Pasal 51 KUHP dengan tetap berada dalam koridor regulasi yang ada baik RKAP, Perda Npmor 6 Tahun 1974, SK Walikota Makassat dan dokumen pendukung lainnya.

Demikian pula dengan Walikota Makassar tentunya tidak dapat dipidana oleh karena seorang pengambil kebijakan sebagai produk administerasi Negara tidak dapat dipidana meskipun kebijakan tersebut salah. ( Dian Puji Situmorang( FHUI)

Bahwa ketentuan hukum yang menjadi Regulasi tetap saat itu PERDA Kotamadya Ujung Pandang Nomor 6 Tahun 1974.

Disamping itu segala kekeliruan atas penilian kinerja dan belanja dan tata kelolah keuangan PDAM Kota Mekassar bermula dari dugaan kekeliruan auditor BPK termaksud dalam LHP Nomor 63/LHP/XIX.MKS/12/2018 tanggal 18 Desember 2018 dengan alasa menurut hukum yaitu auditor tersebut diduga keliru dalam beberapa hal oleh karena tidak melakukan sebagaimana mestinya yaitu :

Analisa dalam LHP harus didasarkan atas dokumen, bukan hasil dugaan atau judgesment subjektif pemeriksa,

Pelaksanaan pemeriksaan dan penyusunan LHP sesuai SPKN, PMP, Kode Etik, Juklak dan Juknis Pemeriksaan.

Memaksimalkan fungsi control oleh organisasi pemeriksaan BPK (Badan, Penanggung Jawab, Pengendali Teknis, dan seterusnya).

LHP hanya menyebutkan nama jabatan, tanpa menyebutkan nama.

Penggunaan KRITERIA dalam LHP harus memperhatikan asas perundang-undangan.

Konsistensi struktur temuan atas fakta atau kasus yang sama, dengan memperhatikan pembaharuan peraturan perundang-undangan.

Penggunaan bahasa yang baku yang tidak menimbulkan multitafsir. Dokumen sebagai Kertas Kerja Pemeriksanaan harus disusun secara lengkap dan berisi data valid karena sewaktu-waktu dapat digunakan untuk memperkuat argumentasi dalam proses penegakan hukum. Sehubungan dengan fakta hukum terurai diatas maka sudilah kiranya

Buat BPK-RI dan BPK Perwakilan Sulawesi Selatan untuk meninjau kembali hasil audit dari auditornya yang diduga tidak menjalankan tugas sesuai dengan prosedur yang ada dan memaksakan ketentuan tertentu untuk dijadikan ukuran atas sesuatu fakta yang sesungguhnya belum dapat diberlakukan.

Buat Jaksa Agung dan jajarannya agar sekiranya hasil audit BPK tentang kerugian Negara dikesampingkan karena dibuat tidak berdasarkan mekanisme dan ketentuan hukum yang berlaku.

Sangat aneh bin ajaib audit dilakukan atas waktu terbatas yaitu 2016 hingga 2018 padahal seharusnya karena bermula dari audit kinerja/investigasi harus mengaudit keseluruhan aktifitas PDAM tanpa batas waktu akhirnya bagi kami terkesan audit ini tidak mencerminkan objektifitas baik berdasarkan regulasi yang ada maupun tata cara pengambilan data terkait.

“Auditor mengesamingkan bahwa direksi PDAM dalam ruang waktu tersebut 2016 hingga 2018 memberikan kontribusi PAD yang jauh lebih besar dari sebelumnya yang pada akhirnya juga menurun kembali setelah Direksi ketika itu digantikan oleh pejabat baru. Ada apa dengan fakta ini. Demikianlah surat ini kami buat sebagai pendapat hukum atas perihal tersebut diatas dalam kedudukan kami sebagai penasehat hukum dan terslebih lagi sebagai penegak hukum agar sekiranya proses penegakan hukum ini sedapatnya objektif dan fair demi hukum dan kemanusiaan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Hormat kami,” tandas Muh Asfah. (*)

Comment