Warga Bonto Bahari Tolak Penggusuran, DPRD Bulukumba Diminta Fasilitasi RDP

dprd-bulukumba

Warga Desa Darubiah dan Desa Bira, Kecamatan Bonto Bahari Aksi di DPRD Bulukumba. (Foto: Istimewa)

BERITA.NEWS, Bulukumba – Puluhan warga dari Desa Darubiah dan Desa Bira, Kecamatan Bonto Bahari, mendatangi gedung DPRD Kabupaten Bulukumba, Rabu (28/5/2025).

Kehadiran mereka merupakan bentuk penolakan terhadap rencana penggusuran oleh Pemerintah Daerah di kawasan tempat tinggal mereka.

Warga yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Bonto Bahari menuntut perlindungan atas hak tinggal mereka.

Mereka juga meminta agar dilakukan dialog terbuka dan adil sebelum ada tindakan pengosongan lahan.

Aksi warga ini diawali dengan orasi di depan gedung DPRD.

Setelah itu, mereka melanjutkan dengan penyampaian aspirasi di ruang khusus bersama perwakilan legislatif.

Dalam pertemuan itu, warga didampingi oleh kuasa hukum dan perwakilan dari lembaga pendamping masyarakat sipil.

Tiga anggota DPRD Kabupaten Bulukumba hadir menerima mereka, yakni H. Syamsir Paro (Fraksi PAN), Efhi Wahyudi Masri (Fraksi Gerindra), dan H. Bahtiar (Fraksi Golkar).

Kuasa hukum aliansi, Lukman, S.H., menyampaikan bahwa keterlibatan DPRD sangat penting.

Ia menegaskan bahwa sebelum ada surat pembongkaran, seharusnya dilakukan musyawarah terlebih dahulu.

Menurut Lukman, langkah sepihak justru memperbesar potensi konflik antara warga dan pemerintah.

Sementara itu, Muh. Arham Tino dari Lembaga Pendamping Masyarakat Sipil, mendesak agar DPRD segera menginisiasi Rapat Dengar Pendapat (RDP).

Ia mengatakan, RDP harus melibatkan seluruh pihak yang berkepentingan, baik pemerintah daerah, masyarakat, maupun kepala desa.

Ahmad Rifai, selaku koordinator lapangan, turut menyampaikan kronologi persoalan lahan yang dipermasalahkan.

Baca Juga :  Polisi Kawal Ketat Demo Hari Tani Nasional di Bulukumba, Begini Endingnya

Ia menjelaskan bahwa warga telah memiliki SPPT dan membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sejak Agustus 2024.

Namun, menurutnya, pada Januari 2025 pemerintah membatalkan dokumen tersebut dan mengeluarkan imbauan pengosongan lahan.

Lahan yang disengketakan berada di wilayah Taman Hutan Raya (Tahura), yang diklaim sebagai kawasan konservasi.

Ahmad meminta kejelasan hukum terkait keputusan pemerintah yang membatalkan SPPT secara sepihak.

Menanggapi itu, Efhi Wahyudi Masri menyebut bahwa persoalan ini sangat kompleks karena bersinggungan dengan hukum.

Ia mengingatkan bahwa kawasan Tahura memiliki status khusus yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Politisi Gerindra tersebut menegaskan bahwa DPRD tidak dapat mengambil keputusan final, karena persoalan utama berada di ranah pengadilan.

“Karena ini dilematis, ada hukum di sini, jadi penting untuk berbicara aturan yang berlandaskan hukum,” tegas Efhi.

Sementara itu, H. Syamsir Paro menyampaikan sikap DPRD yang mendukung dilakukannya RDP terbuka.

Ia menyebut bahwa DPRD akan merekomendasikan hal tersebut kepada pimpinan untuk segera dijadwalkan.

Menurutnya, solusi terbaik adalah yang tidak merugikan masyarakat serta tetap menghargai aturan hukum yang berlaku.

“Kami berharap keberadaan kami di sini memberi solusi dan tidak merugikan masyarakat yang ada di Kecamatan Bonto Bahari,” kata Syamsir.

Pertemuan ditutup dengan harapan agar persoalan ini segera mendapatkan penyelesaian yang adil dan transparan.

Comment