BERITA.NEWS, Jeneponto – Dikalangan ibu rumah tangga (IRT) di Kabupaten Jeneponto sampai saat ini mengalami kesulitan dalam membeli gas tabung 3 Kg.
Gas Elpigi 3 Kg yang biasa disebut tabung melon itu kalaupun ada, pedagang yang menjual eceran, harganya relatif tinggi dan nyaris tidak masuk akal.
“Harganya sekarang sudah Rp. 28 ribu di pengecer. Itupun sulit untuk dapat,” kata salah satu ibu rumah tangga di Kecamatan Tamalatea, Jumriani, Senin (16/9/2019).
Menurut dia, gas melon itu selain mahal karena di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Permen ESDM no 26 Tahun 2009 tentang penyaluran gas bersubsidi juga mengatur harga eceran tertinggi sebesar Rp. 15.500.
“Saya sendiri berharap agar pemerintah Kabupaten Jeneponto jangan “tutup mata” menelusuri penyebab kelangkaan dan mahalnya tabung melon,” kata dia.
Ibu rumah tangga lainnya dari Kecamatan Binamu, Risna juga mengaku kesulitan mendapatkan tabung melon. Padahal, menurut dia, rumahnya dekat dengan Pasar Karisa namun tetap kesulitan mendapatkan tabung melon.
“Ada agen dekat Pasar Karisa. Tapi saya tetap sulit untuk mendapatkan gas. Belum lagi harganya yang cukup tinggi. Sekarang sudah tembus Rp. 30 ribu,” katanya.
Salah satu warga di Kecamatan Turatea, Firman mengatakan, di wilayahnya tidak ada harga pasti untuk tabung melon. Selain harga, tabung melon juga sering mengalami kelangkaan.
“Tidak ada yang pasti harganya, kadang Rp 20 ribu, Rp 27 ribu, bahkan pernah diangka Rp 30 ribu,” ungkapnya.
Saat ditanya mengenai langkah yang harus ditempuh Pemkab Jeneponto, Firman berharap Pemkab segera memerintahkan instansi terkait atau membentuk tim untuk menindaklanjuti kelangkaan dan mahalnya tabung melon.
“Saya sendiri berharap Pemkab Jeneponto segera mengambil tindakan. Kenapa bisa langka seperti ini. Selain langka, tabung gas juga mahal,” kata dia.
Terpisah, salah seorang Ibu Rumah Tangga Yati di Bumbung Loe, Kelurahan Bontotangnga, Kecamatan Tamalatea, mengaku beralih ke kayu bakar saat memasak.
“Saya terpaksa gunakan kayu bakar kalau mau memasak nasi, memasak air, dan memasak yang lain – lain karena gas elpiji yang 3 kilo mahal dan susah dapatnya,” katanya.
Diakuinya sejak tabung gas elpiji 3 kilo harganya terbilang mahal dan langka, hampir semua warga di kampungnya rata – rata menggunakan kayu bakar saat memasak.
“Sebelumnya, saya menggunakan tabung kalau mau memasak. Tapi karena harga tabung sekarang mahal, jadi tidak pernah lagi ke pangkalan beli,” kata dia.
Menurut Yati, baginya terlalu mahal dengan harga pasaran Rp.28 ribu bahkan sampai Rp.30 ribu.
Ia berharap kepada pemerintah agar harga tabung elpiji 3 kilo kembali normal seperti biasa. “Kasihan kita semua yang rata-rata warga miskin tidak mampu beli. Jadi saya berharap agar tabung elpiji 3 kilo harganya normal seperti biasa, supaya saya bisa menggunakan tabung lagi,” harap dia.
- Muh Ilham


Comment