BERITA.NEWS, Jakarta – Fenomena astronomi tahunan bernama aphelion kembali terjadi pada Juli 2025.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengonfirmasi bahwa puncak fenomena ini terjadi pada 5 Juli.
Pada saat aphelion, posisi Bumi berada paling jauh dari Matahari dalam orbit elipsnya.
Tahun ini, jarak Bumi dan Matahari mencapai sekitar 152,1 juta kilometer.
Meski sering dikaitkan dengan suhu dingin yang dirasakan masyarakat, BMKG menegaskan aphelion bukan penyebab utama cuaca dingin ekstrem yang terjadi belakangan ini.
“Pengaruh aphelion terhadap suhu udara sangat kecil. Penurunan suhu lebih dipengaruhi oleh musim kemarau dan kondisi atmosfer,” ujar Kepala Pusat Informasi Iklim BMKG, Dr. Fachri Radjab, Kamis (17/7/2025).
BMKG mencatat suhu udara minimum harian di beberapa wilayah pegunungan turun drastis.
Contohnya, di dataran tinggi Dieng dan Malang, suhu tercatat antara 11 hingga 13 derajat Celsius.
Penurunan suhu ini disebut wajar. Hal itu terjadi karena pada musim kemarau, langit cenderung lebih cerah, menyebabkan radiasi panas ke atmosfer lebih cepat hilang saat malam.
Aphelion sendiri merupakan fenomena yang terjadi setiap tahun. Biasanya berlangsung antara awal hingga pertengahan Juli.
Sebaliknya, fenomena perihelion di mana Bumi berada paling dekat dengan Matahari terjadi di awal Januari. Saat itu, jaraknya sekitar 147 juta kilometer.
BMKG mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan tidak panik. Suhu dingin merupakan fenomena alami yang rutin terjadi saat kemarau.
Masyarakat juga diminta tidak mudah percaya hoaks. Aphelion tidak menyebabkan gangguan kesehatan, bencana, atau cuaca ekstrem.
“Yang penting, jaga daya tahan tubuh, terutama pada malam dan pagi hari yang lebih dingin,” lanjut Fachri.
BMKG memastikan cuaca saat ini masih dalam kondisi normal untuk musim kemarau. Tidak ada indikasi perubahan iklim ekstrem terkait aphelion.
Comment