Surat Bupati Bulukumba Soal Tahura Bontobahari Picu Kekhawatiran, Warga dan Kades Desak Solusi Konkret

dprd-bulukumba

RDP Warga Kecamatan Bontobahari, Kepala Desa bersama DPRD Bulukumba. (Foto: Berita.News/ Syarif)

BERITA.NEWS, Bulukumba – Surat Bupati Bulukumba Nomor 100.3.4.2/204/DLHK terkait larangan aktivitas di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Bontobahari menuai kekhawatiran di kalangan masyarakat.

Dalam surat edaran tersebut, meminta warga menghentikan aktivitas di atas lahan yang diklaim sebagai kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Bontobahari.

Warga juga diminta segera membongkar bangunan yang telah berdiri di atas lahan tersebut sebelum tim terpadu turun melakukan penertiban.

Warga yang telah lama bermukim dan menggantungkan hidup di kawasan tersebut merasa terancam akan penggusuran dan pembongkaran bangunan tempat tinggal serta usaha mereka.

Wakil Ketua DPRD Bulukumba, Fahidin HDK, ikut menyoroti status Tahura di Kecamatan Bonto Bahari yang kini berdampak langsung terhadap kehidupan masyarakat setempat.

“Forum RDP ini guna mencari solusi atas permasalahan yang timbul, khususnya terkait Tahura di Bontobahari,” ungkapnya. Rabu (4/6/2025).

Kuasa hukum warga Darubiah, Lukman menyebut bahwa sebagian besar warga telah tinggal secara turun-temurun di kawasan tersebut sebelum status Tahura diberlakukan.

“Mereka tidak merusak hutan. Mereka hanya ingin bertahan hidup di tanah yang telah mereka kelola sejak lama,” kata Lukman.

Baca Juga :  Bupati Bulukumba Pimpin Aksi Bersih Pantai Peringati Hari Lingkungan Hidup Sedunia

Ia mempertanyakan kejelasan batas kawasan Tahura dan meminta adanya blok-blok khusus yang masih bisa dimanfaatkan oleh warga.

Sementara itu, Camat Bontobahari, Andi Syamsir Patunru telah melakukan pendekatan persuasif terhadap masyarakat terkait surat edaran tersebut.

Namun, tanggapan warga masih beragam ada yang bersedia membongkar bangunan, tetapi tidak sedikit pula yang menolak.

Kepala Desa Ara, Dr. H. Amiruddin, menekankan perlunya konsistensi dalam pelaksanaan kebijakan.

“Kalau mau dibongkar, ya bongkar semua. Tidak boleh ada aktivitas sama sekali jika memang dilarang,” ujarnya.

Sementara, Kepala Desa Darubiah, Dewi, mengungkapkan keberadaan bangunan semi permanen, permanen, hingga kios-kios yang sudah ada jauh sebelum ia menjabat.

Ia meminta agar pemerintah tidak membiarkan keresahan masyarakat berlarut-larut.

“Perlu dilakukan peninjauan kembali dan diberikan solusi yang adil bagi warga,” tegasnya.

Hingga kini, belum ada kejelasan lebih lanjut dari pemerintah daerah terkait solusi konkret bagi masyarakat terdampak kebijakan kawasan Tahura tersebut.

Comment