BERITA.NEWS, Makassar – Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Makassar mengecam keras skorsing yang dikeluarkan oleh Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar terhadap mahasiswa yang terlibat dalam aksi demonstrasi damai dan menantang Forum Rektor Indonesia menyelesaikan permasalah tersebut, Selasa, (20/08/2024)
Dalam Surat Keputusan Skorsing yang dikeluarkan Pimpinan UIN Alauddin Makassar pada bulan Agustus 2024 tersebut menyasar beberapa mahasiswa, juga termasuk Ketua DPC PERMAHI Makassar, Ridwan.
Direktur LKBH DPC Permahi Makassar, Muhammad Farhan menilai tindakan kampus tersebut tidak hanya mencederai hak asasi mahasiswa, tetapi juga bertentangan dengan konstitusi dan berbagai undang-undang serta peraturan yang menjamin kebebasan berekspresi dan berkumpul secara damai.
“Surat edaran yang mewajibkan mahasiswa untuk meminta izin kepada pihak kampus sebelum melakukan aksi demonstrasi jelas-jelas bertentangan dengan Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.” Selain itu, kebijakan ini juga melanggar Pasal 24 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang menegaskan bahwa setiap orang berhak berkumpul, berserikat, dan mengeluarkan pendapat secara damai,” tuturnya.
Lebih lanjut Farhan menerangkan bahwa perselisihan ini harusnya bisa ditekan oleh Forum Rektor Indonesia, karena beberapa keputusan kampus bertentangan dengan cita Forum Rektor Indonesia.
“Sejalan dengan salah satu dari lima kesepakatan yang dibuat dalam forum resmi Rektor Indonesia 1998 bahwa para rektor akan selalu bersama dengan mahasiswa dalam gerakan murni sebagai kekuatan moral dan intelektual, dan karena itu para rektor akan membela para mahasiswa yang tertindas reformasi dan terlanggar hak asasinya, thoby mutis salah satu penggagas Forum Rektor Indonesia lebih jauh menjelaskan peran FRI yaitu untuk memelihara kepekaan HAM, demokratisasi dan perekat kebangsaan dalam kemajemukan untuk menghasilkan aneka/sinergis,” lanjut Farhan.
Farhan menambahkan bahwa skorsing yang dijatuhkan kepada mahasiswa tersebut adalah tindakan yang tidak berdasar.
“Skorsing yang dijatuhkan kepada mahasiswa, termasuk Ketua DPC PERMAHI Makassar adalah tindakan yang tidak berdasar, tidak proporsional, dan penyalahgunaan kekuasaan. Mengingat demonstrasi yang dilakukan berlangsung damai, tidak menimbulkan keonaran, dan tidak mengganggu ketertiban umum. Berdasarkan Pasal 18 UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, tindakan hukum terhadap orang yang melakukan aksi demonstrasi tidak boleh dilakukan kecuali jika aksi tersebut mengganggu ketertiban umum atau menimbulkan ancaman terhadap keamanan,” tambahnya.
LKBH PERMAHI Makassar menyerukan agar pihak kampus segera mencabut kebijakan skorsing ini dan menghormati hak-hak mahasiswa yang dijamin oleh konstitusi dan undang-undang. Jika tindakan represif ini terus berlanjut, LKBH PERMAHI akan mempertimbangkan untuk mengambil langkah-langkah hukum guna melindungi hak-hak mahasiswa yang telah dilanggar Termasuk Gugatan Ke PTUN jika dibutuhkan.
Selain mencermati tindakan represif berupa skorsing, LKBH PERMAHI DPC Makassar juga menyoroti kekuatan hukum dari surat edaran yang dikeluarkan oleh pihak UIN Alauddin. Surat edaran yang mewajibkan mahasiswa untuk meminta izin sebelum melakukan demonstrasi memiliki banyak kelemahan dari sisi legalitas dan legitimasi.
“Perlu ditegaskan bahwa surat edaran merupakan instrumen administratif internal yang tidak memiliki kekuatan hukum yang setara dengan peraturan perundang-undangan. Surat edaran tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk membatasi hak-hak konstitusional warga negara, termasuk mahasiswa. Hal ini bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang menjamin setiap orang berhak atas perlakuan yang sama di hadapan hukum, serta Pasal 7 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang menegaskan bahwa peraturan yang mengatur hak-hak konstitusional harus dalam bentuk peraturan perundang-undangan, bukan sekadar surat edaran. Apalagi”, tegas Farhan.
Lebih jauh lagi, pengabaian terhadap prinsip-prinsip hukum ini menunjukkan bahwa pihak kampus berpotensi menyalahgunakan wewenang administratif mereka. Surat edaran yang mengandung muatan yang melampaui wewenang administratif dapat dianggap tidak sah secara hukum dan berpotensi menimbulkan konflik dengan norma-norma hukum yang lebih tinggi.
LKBH PERMAHI Makassar menegaskan bahwa segala bentuk pembatasan terhadap hak asasi manusia, termasuk hak untuk berdemonstrasi, harus memiliki dasar hukum yang jelas dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kebijakan yang hanya berdasarkan surat edaran internal tidak dapat dijadikan dasar untuk memberlakukan sanksi berat seperti skorsing.
“Kami meminta pihak kampus untuk segera mengkaji kembali surat edaran ini dan mempertimbangkan implikasi hukumnya. Hak-hak mahasiswa tidak boleh dikorbankan atas dasar kebijakan administratif yang cacat hukum,” tambah pria yang merupakan Alumni Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia tersebut.
Dengan demikian, LKBH PERMAHI Makassar mendesak agar surat edaran tersebut segera dicabut atau direvisi agar sejalan dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku dan tidak merugikan hak-hak konstitusional mahasiswa.
“Kami akan terus memperjuangkan keadilan bagi mahasiswa dan menuntut pihak kampus untuk kembali kepada prinsip-prinsip demokrasi dan kebebasan akademik. Hak untuk berekspresi tidak boleh dikekang, apalagi di dalam lingkungan akademik yang seharusnya menjadi tempat yang paling aman untuk menyuarakan pendapat,” tutupnya.
Comment