BERITA.NEWS, Jakarta – Gerhana Matahari Cincin (GMC) akan berlangsung tak lama lagi. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) menyebutkan fenomena alam yang terjadi pada 21 Juni besok itu dengan gerhana Cincin Api Solstis. Apa itu?
Dalam kesempatan Gerhana Matahari Cincin kali ini, Indonesia hanya merasakan Gerhana Matahari Sebagian. Peneliti Pusat Sains Antariksa (Pussainsa) Lapan, Andi Pangerang, memaparkan mengapa GMC edisi kali ini disebut dengan Cincin Api Solstis.
“Fenomena ini dinamai demikian dikarenakan Gerhana Matahari Cincin bertepatan dengan Solstis Juni 2020,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat (19/6/2020), mengutip Detikcom.
Solstis Utara (Northern Solstice) atau Solstis Juni (June Solstice) adalah waktu ketika Matahari berada pada titik balik Matahari (Solstis) Utara. Pada saat inilah Matahari berada pada posisi paling Utara terhadap khatulistiwa langit ketika tengah hari sebelum akhirnya berbalik ke arah Selatan.
“Cincin Api Solstis cukup langka dialami karena terjadi terakhir kali pada 21 Juni 1648 (Gerhana Matahari Sebagian atau GMS hanya dialami di Sumatera dan Kalimatan untuk wilayah Nusantara) dan akan terulang lagi pada 21 Juni 2039 atau 19 tahun dari sekarang,” jelas Andi.
Seperti diketahui, gerhana matahari merupakan peristiwa di mana saat Matahari, Bulan, dan Bumi berada pada satu garis lurus dan bayangan Bulan jatuh pada permukaan Bumi.
Gerhana Matahari kali ini adalah Gerhana Matahari Cincin, ketika piringan Bulan nampak sedikit lebih kecil dibandingkan piringan Matahari ketika melintasi piringan Matahari. Hal ini karena ujung bayangan gelap (umbra) Bulan tidak jatuh di permukaan Bumi sehingga terbentuk perpanjangan bayangan Bulan yang disebut antumbra.
Disampaikan Lapan, antumbra inilah yang jatuh ke permukaan Bumi sehingga wilayah yang terkena antumbra akan mengalami gerhana Matahari cincin. Sedangkan wilayah di permukaan Bumi yang terkena bayangan semu (penumbra) Bulan akan mengalami Gerhana Matahari Sebagian.
“Jika diamati oleh pengamat di permukaan Bumi, maka Matahari akan terbit, berkulminasi dan terbenam di titik paling Utara sesuai dengan lintang geografis pengamat masing-masing,” kata Andi.
Selain itu, durasi siang di belahan Utara Bumi akan lebih lama dibandingkan dengan durasi malamnya. Bahkan untuk wilayah yang berada di Lingkar Kutub Utara (Arctic Circle, lebih besar dari 66,6 derajat Lintang Utara) akan mengalami Matahari Tengah Malam (Midnight Sun).
Sebaliknya terjadi di belahan Selatan Bumi yang mana durasi siangnya akan lebih pendek dibandingkan durasi malamnya. Bahkan untuk wilayah Antartika akan mengalami Malam Kutub (Polar Night), yang berarti tidak ada cahaya Matahari sama sekali pada hari itu.
Solstis Utara menjadi penanda awal musim panas di belahan Bumi Utara dan awal musim dingin di belahan Bumi Selatan secara astronomis.
“Berbeda dengan meteorologi yang menggunakan Solstis Utara sebagai pertengahan musim panas di belahan Utara Bumi dan pertengahan musim dingin di belahan Selatan Bumi,” ungkap Andi.
Solstis Utara tahun ini bertepatan pada tanggal 21 Juni 2020 pukul 04.43 Waktu Indonesia Barat.
Comment