Kasus Lahan RS Internasional Takalar, Laksus Laporkan Data Baru

BERITA.NEWS, Makassar – Lembaga Anti Korupsi Sulawesi Selatan (Laksus) kembali memasukkan data tambahan kasus dugaan korupsi pembebasan lahan untuk pembangunan rumah sakit (RS) standar internasional di Desa Aeng Batu batu, Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar kepada Kejati Sulsel.

“Kami baru saja memasukkan data tambahan terkait laporan pengaduan kami atas pembebasan lahan untuk rumah sakit internasional di Kabupaten Takalar. Data ini diterima pak Irwan,” kata Muh Ansar, Koordinator Laksus, Rabu (16/10/2019).

Ansar menjelaskan, data tambahan tersebut meliputi pembayaran Rp3 miliar dari Pemerintah Kabupaten Takalar untuk pembebasan lahan RS.

“Luas lahan 0,5 Ha dengan asumsi harga per meter sebesar Rp600 ribu melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Takalar,” katanya.

Padahal, hasil investigasi Laksus tidak menemukan adanya anggaran Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Takalar untuk melakukan ganti rugi atau pembebasan lahan pada Rencana Umum Pengadaan (RUP) pada Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (Sirup) pada tahun anggaran 2018.

Karena itu, Ansar menduga kuat pengadaan lahan untuk pembangunan RS memang tidak terdaftar dalam Sirup lantaran sengaja ditutupi pada tahun anggaran berikutnya.

Dimana, Pemkab Takalar melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan menyediakan pagu anggaran Rp16 miliar untuk pengadaan tanah pada tahun anggaran 2019.

Baca Juga :  Gerak Cepat Resmob Polres Soppeng! Pemuda Ini Ngaku Gasak 30 Kios Demi Judi Online

“Jika lahan yang dibebaskan seluas 20 ribu meter persegi dengan harga per meter Rp600 ribu, maka akan ada selisih,” tandasnya.

Olehnya, Laksus mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel untuk turun mengusut proyek pembangunan Rumah Sakit di Desa Aeng Batu-batu, Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar senilai Rp12 miliar.

Pasalnya, disinyalir harga pembebasan lahan Rumah Sakit Takalar sangat mahal dan tidak mendasar pada Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP).

Meski memakai harga pasar, Pemkab Takalar melalui tim appraisalnya menjadikan NJOP untuk acuannya. Sebab NJOP menjadi dasar perhitungan harga pasaran.

“Penggunaan NJOP sangat penting dalam proses penaksiran harga tanah. Langkah itu dimaksudkan untuk menghindari adanya permainan harga tanah atau spekulan. Sebab berdasarkan NJOP tahun 2019 di wilayah Aeng Batu-Batu harga tanah permeternya hanya Rp20.000 yang artinya penentuan harga Rp12 miliar untuk lahan seluas 2 hektare kami menganggap kemahalan,” ujar Ansar.

Terkait dengan temuan-temuan tersebut, Laksus berharap agar Kejati Sulsel bisa menuntaskan perkara tersebut. “Potensi kerugian negaranya sangat besar, harus menjadi perhatian dari Kejati Sulsel,” pungkasnya.

Comment