Komisi Hukum MUI Nilai RKUHP Upaya Negara Mengatur Kewajiban Negara

Anggota Komisi Hukum MUI Ikhsan Abdullah. (Detikcom/Agung Phambudhy) 

Anggota Komisi Hukum MUI Ikhsan Abdullah. (Detikcom/Agung Phambudhy)

BERITA.NEWS, Jakarta – Anggota Komisi Hukum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ikhsan Abdullah menilai Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) merupakan upaya negara mengatur hal yang menjadi kewajiban negara.

Menurut dia, hal ini yang membuat negara menjadi tidak sembarangan dalam mempidanakan orang seperti di Taliban.


Hal ini dikatakan Ikhsan merespons pernyataan netizen di media sosial yang mengatakan RKUHP membuat Indonesia memidanakan rakyatnya layaknya Taliban.

Untuk diketahui, dalam RKUHP, terdapat sejumlah pasal kontroversial di kalangan masyarakat seperti penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden, terkait perzinahan atau kesusilaan dan pidana mati.

“Justru kita supaya tidak menjadi Taliban itu maka kita harus mendudukkan mana yang menjadi kewajiban negara mana yang tidak,” kata Ikhsan di kawasan Jakarta Pusat, Sabtu (21/9/2019).

“Kalau semuanya dilepaskan dari urusan tanggung jawab negara ya nanti kita kayak Taliban justru semaunya sendiri,” ujarnya.

Ikhsan kemudian menegaskan dalam RKUHP negara tidak mengatur perzinahan misalnya, untuk menembus batas privasi seseorang.

Menurut dia, KUHP yang ada merupakan warisan kolonial yang menganut nilai-nilai individu dan liberal tidak semestinya ada di masyarakat.

“Nilai-nilai itu adalah pemikiran liberal, kalau pemikiran kita yang integratif, bahwa nilai-nilai pribadi, nilai-nilai agama dan nilai-nilai negara harus ada jadi persatuan itulah namanya nilai itu ada dan tumbuh di masyarakat,” ujarnya.

Ikhsan pun mengatakan pihaknya mendukung pengesahan RKUHP meski Presiden Joko Widodo sebelumnya telah meminta DPR RI untuk menunda pengesahan tersebut.

“Dari usulan MUI itu hampir semua (pasal) diakomodasi, misalnya perlindungan terhadap wanita dan anak-anak khususnya pasal perzinahan itu sudah diakomodasi  dalam bentuk perzinahan yang diperluas,” ujarnya.

Sebelumnya ada sejumlah pasal RKUHP yang menjadi kontroversi di kalangan masyarakat, salah satunya pasal tentang zina diatur dalam Pasal 417, 418 dan 419. Pasal 417 ayat 2 menjelaskan bahwa orang yang berzina bukan dengan pasangan sah menikah dapat dipidana penjara selama satu tahun.

Sementara Pasal 419 ayat 1 menjelaskan bahwa orang yang hidup bersama tanpa ikatan pernikahan atau kohabitasi dapat dipidana enam bulan.

Mereka yang telah berhubungan badan tanpa status perkawinan, lalu pria berjanji mengawini tapi ingkar, maka dapat dijerat pasal 148 ayat 1.

Jokowi telah memutuskan untuk menunda pembahasan dan pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) di DPR.

“Saya telah perintahkan Menkumham untuk menyampaikan sikap ini kepada DPR RI, yaitu agar pengesahan RUU KUHP Ditunda. Dan, pengesahan tidak dilakukan oleh DPR periode ini,” kata Jokowi dalam jumpa pers di Istana Kepresidenan, Bogor, Jumat (20/9/2019).

Ia pun mengatakan ada 14 pasal yang masih perlu dibahas. Namun dia tidak membeberkan terkait apa saja pasal-pasal tersebut seperti dikutip CNNindonesia.com.

Comment