BERITA.NEWS, Bima – Aktivitas penimbunan pasir berskala besar di Kelurahan Monggonao, Kecamatan Mpunda, Kota Bima, mendapat sorotan tajam dari Ketua Pengurus Wilayah Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (PW SEMMI) NTB, Muhammad Rizal Ansari.
Pasalnya, kegiatan Penimbunan pasir dengan ukuran sekitar 25 meter × 10 meter × 2 meter atau sekitar 500 meter kubik itu diduga belum memiliki izin lingkungan berupa dokumen UKL–UPL maupun SPPL dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bima.
Menurut Rizal, berdasarkan hasil pemantauan lapangan, penimbunan material itu dilakukan di kawasan zona perdagangan dan jasa perkotaan yang secara tata ruang memang sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Kota Bima Nomor 4 Tahun 2024 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bima 2024–2044.
Namun dari sisi lingkungan hidup, kegiatan tersebut memiliki konsekuensi hukum yang serius.
“Kami tidak mempermasalahkan sisi tata ruangnya, karena kawasan Monggonao memang termasuk zona perdagangan dan jasa. Tapi kalau penimbunan pasir dilakukan tanpa izin lingkungan, maka ada potensi pelanggaran terhadap Pasal 109 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,”ujar Muhammad Rizal Ansari, Kamis (6/11/2025).
Wajib UKL–UPL Meski Volume di Bawah 1.000 Meter Kubik
Rizal menjelaskan, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri LHK Nomor 4 Tahun 2021, setiap kegiatan pengurugan atau penimbunan daratan dengan volume di bawah 1.000 meter kubik pun wajib memiliki izin lingkungan, minimal dokumen UKL–UPL.
“Kalau kegiatan itu sudah mengubah kontur tanah, menimbulkan debu, dan berpotensi menutup drainase, maka wajib ada izin lingkungan. Tanpa itu, maka kegiatan tersebut bisa dinilai melanggar ketentuan hukum lingkungan,” tambahnya.
Dalam pantauan di lapangan, penimbunan pasir di Monggonao menimbulkan debu dan gangguan kebersihan bagi warga sekitar. Kondisi ini, kata Rizal, memperkuat indikasi bahwa potensi delik administratif dan pidana lingkungan sangat besar, tinggal menunggu pembuktian hukum dan langkah DLH Kota Bima.
“Debu yang dihasilkan jelas mengganggu masyarakat. Ini menunjukkan ada dampak nyata terhadap lingkungan. Artinya, unsur delik administratif bahkan pidana sudah mulai terpenuhi, tinggal diuji dari sisi hukum,” tegas Rizal.
Pasal 109 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 secara tegas menyebutkan Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan dipidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 3 miliar.
Dengan merujuk pasal tersebut, Rizal meminta Dinas Lingkungan Hidup Kota Bima segera turun melakukan verifikasi lapangan untuk memastikan legalitas kegiatan penimbunan pasir itu. Ia juga menegaskan bahwa keteraturan kota bukan hanya soal tata ruang, tapi juga ketaatan terhadap hukum lingkungan.
“Kami mendorong Pemkot Bima melalui DLH untuk segera menindaklanjuti. Kota yang sehat dan tertib dibangun dari penegakan hukum ruang dan lingkungan yang berjalan seimbang,” terang Rizal Ansari.



Comment