BERITA.NEWS,Makassar- Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi (Disperindagkop) dan UKM Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Utara (Kaltara) Hasriyani blak-blakan soal cost Distribusi yang menjadi pemicu harga beras di pasaran tidak memungkinkan sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET). Selasa (28/10/2025).
Diketahui, kebijakan penetapan HET beras yang diatur oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas), khusus di Wilayah Kalimantan untuk Kelas Premium Rp 15.400 dan medium Rp 14.000.
Keputusan Bapanas nomor 299 Tahun 2025 tentang penetapan HET beras menetapkan 3 Zona Wilayah untuk harga beras medium, zona 1, Rp 13.500 per kg, zona 2 Rp 14.000 per kg dan Rp 15.500 untuk zona 3.
Kepala Disperindagkop Kaltara Hasriyani mengatakan keputusan Bapanas soal HET beras di Kalimantan yang masuk zona 2 perlu kajian dan pembahasan lebih bijak dengan memperhatikan kondisi geografis daerah.
Hasriyani menyebut persoalan harga yang tidak merata sesuai HET di pasaran lantaran persoalan cost Distribusi yang sangat beras dengan kondisi Kaltara di wilayah perbatasan Indonesia.
“Jadi kami turun itu karena memang pemberlakuan untuk HET. Kami turun (lapangan) itu sudah tidak memungkinkan Pak, karena harga beras itu sudah Rp 17 ribu ke atas gitu loh.
“Saya itu sudah rapat bersama. Karena tidak akan mungkin, gitu loh. Jadi, saya itu mengumpulkan para pedagang, distributor secara online dan offline, kemarin itu di Kaltara, untuk mengetahui. Bisa nggak ya harga HET itu diterapkan,” ucapnya.
Hasriyani mengatakan faktor Cost Distribusi seperti bongkar muat kontainer hingga dari gudang satu ke tempat lain semuanya butuh tambahan biaya, sehingga jika aturan Zona HET oleh Bapanas dipaksakan membuat para pengusaha menjerit.
Apalagi, peredaran beras yang ada di Kaltara katanya kurang lebih 69 persen didatangkan dari luar daerah seperti, Kabupaten Sidrap di Provinsi Sulawesi Selatan dan Jawa Timur.
“Kalau beras itu kalau nggak salah kita itu hanya menghasilkan sekitar kurang lebih 17 ribu ton ya. Kalau dipresentasikan itu sekitar 69 persen beras itu diadop dari luar dengan jumlah penduduk kurang lebih 700an ribu, hasil kita itu kurang lebih 17 ribu.
Dengan estimasi konsumsi kita per bulan itu kita itu depisit. Yang kita butuhkan itu kurang lebih 58 ribu ton sebenarnya dengan jumlah penduduk tadi. Jadi kita itu defisit kurang lebih 39 ribu ton,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Kepala Disperindagkop Kaltara itu mengatakan HET Rp 14.000 untuk beras medium tidak sehat bagi distributor yang harus mengeluarkan cost lebih besar lagi datangkan beras dari luar daerah.
“Persoalannya para distributor itu, mereka juga mengambil pengakuan mereka dari luar itu, dari daerah asal saja itu harganya sudah tinggi.Sulsel saja beda dari HET kita, cuma Rp 500 rupiah dengan kita, sementara di sini (Kaltara) tidak ada penghasil.
Makanya kemarin saya sampaikan dengan Bapanas, Polda, saya ngomong sama Dirkrimsus, ini gak akan mungkin di kaltara, tapi tetap harus,” ungkapnya.
Hasriyani menilai penerapan HET ini cenderung dipaksakan tanpa pertimbangan fakta lapangan, seperti kondisi geografis, transportasi sampai akses infrastruktur jalan.
“Saya yakin bahwa di Kalimantan yang lain juga nggak akan bisa sama.Nggak akan mungkin masuk. Karena Kalbar saya tanya. Saya bilang gini, masuk nggak Pak? Harga itu enggak, Bu. Nggak masuk. Itu kelihatan dari data-data,” tegasnya.


Comment