Biaya Distribusi Beras Tinggi, Disperindagkop Kaltara Minta Bapanas Realistis Tentukan HET 

Kepala Dinas Perindagkop Kaltara Dr. Hj Hasriyani (dok)

BERITA.NEWS,Makassar- Kepala Dinas Perindagkop Kalimantan Utara (Kaltara) Hasriyani meminta agar Badan Pangan Nasional (Bapanas) kembali meninjau ulang ketetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) di wilayahnya, meminta lebih realistis melihat kondisi lapangan dengan cost atau biaya distribusi beras yang tinggi.

Berdasarkan keputusan Bapanas nomor 299 Tahun 2025 tentang penetapan HET beras menetapkan 3 Zona Wilayah untuk harga beras medium, zona 1, Rp 13.500 per kg, zona 2 Rp 14.000 per kg dan Rp 15.500 untuk zona 3.

Wilayah Kalimantan sendiri masuk dalam kategori Zona 2 untu HET beras medium sebesar Rp 14.000 per Kg dan Rp 15.400 per Kg untuk beras premium.

Hasriyani menyebut persoalan harga yang tidak merata sesuai HET di pasaran lantaran persoalan cost Distribusi yang sangat beras dengan kondisi Kaltara di wilayah perbatasan Indonesia.

“Jadi kami turun itu karena memang pemberlakuan untuk HET. Kami turun (lapangan) itu sudah tidak memungkinkan Pak, karena harga beras itu sudah Rp 17 ribu ke atas gitu loh. Saya itu sudah rapat bersama. Karena tidak akan mungkin, gitu loh. Jadi, saya itu mengumpulkan para pedagang, distributor secara online dan offline, kemarin itu di Kaltara, untuk mengetahui. Bisa nggak ya harga HET itu diterapkan,” ucapnya.

Menurutnya faktor cost distribusi seperti bongkar muat kontainer hingga dari gudang satu ke tempat lain semuanya butuh biaya lebih, olehnya dengan HET terbaru para distributor, pedagang terkesan dipaksakan menerima kebijakan tersebut.

Baca Juga :  Pemkot Makassar Raih Penghargaan Top Nasional BRIN 2025

Apalagi, peredaran beras yang ada di Kaltara katanya kurang lebih 69 persen didatangkan dari luar daerah seperti, Kabupaten Sidrap di Provinsi Sulawesi Selatan dan Jawa Timur.

“Kalau beras itu kalau nggak salah kita itu hanya menghasilkan sekitar kurang lebih 17 ribu ton ya. Kalau dipresentasikan itu sekitar 69 persen beras itu diadop dari luar dengan jumlah penduduk kurang lebih 700an ribu, hasil kita itu kurang lebih 17 ribu.

Dengan estimasi konsumsi kita per bulan itu kita itu depisit. Yang kita butuhkan itu kurang lebih 58 ribu ton sebenarnya dengan jumlah penduduk tadi. Jadi kita itu defisit kurang lebih 39 ribu ton,” ungkapnya.

“Persoalannya para distributor itu, mereka juga mengambil dari luar daerah asal saja itu harganya sudah tinggi.Sulsel saja beda dari HET kita, cuma Rp 500 rupiah dengan kita, sementara di sini (Kaltara) tidak ada penghasil.

Makanya kemarin saya sampaikan dengan Bapanas, Polda, saya ngomong sama Dirkrimsus, ini gak akan mungkin di kaltara, tapi tetap harus,” ungkapnya.

Comment