BERITA.NEWS,Makassar- Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI menyoroti data krisis ekologi yang terjadi di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) saat kunjungan kerja di Ruang Rapat Pimpinan Kantor Gubernur. Kamis (28/8) kemarin.
Turut mendampingi kunjungan kerja BAM DPR RI diwakili oleh Asisten II Bidang Ekonomi, Pembangunan, dan Kesejahteraan Pemerintah Provinsi Sulsel, Ichsan Mustari
Ketua BAM DPR RI Ahmad Heriawan mengaku kaget melihat data krisis ekologi Sulsel yang sangat mengkhawatirkan, sehingga perlu atensi khusus pemerintah melakukan penanganan dan antisipasi.
“Sulawesi Selatan merupakan salah satu wiayah strategis di Indonesia dengan potensi sumber daya alam yang melimpah termasuk kawasan pesisir, hutan dan petanian.
Namun pengelolaan ekologi provinsi ini menghadap berbagi tantangan serius,seperti deforestasi ,degradasi lahan,pencemaran sungai dan eksploitasi tambang,” ucapnya.
Politisi PKS ini menyebutkan data dari KLHK dan BNPB menunjukkan bahwa Sulsel termasuk daerah rawan bencana ekologis, seperti banjr bandang, longsor dan kekeringan akibat perubahan tata guna lahan dan degradasi lingkungan.
“Aktivitas pertambangan,alih fungsi hutan,dan lemahnya pengawasan tata ruang juga memperburuk kondisi ekosistem. Menurut data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia(WALHl) dalam satu dekade
terakhir,angka bencana alam di Provinsi Sulsel meningkat drastis,” ujarnya.
Pada 2014, bencana tercatat hanya 54 kejadian. Kemudian 2024 meningkat hingga 362 kejadian. Februari 2025 Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Maros menyebut sekitar 4.000 keluarga terdampak banjir tersebar di 14 kecamatan.
“Di Makassar lebih 2.164 jiwa terdampak Gowa juga mencatat enam kecamatan terdampak cuaca ekstrem. Kemudian akhir 2024 kota Makassar dilanda banjr karena hujan deras terus-menerus menyebabkan 1.969 jiwa dar 515 keluarga mengungsi di 28 titik.
Empat kecamatan yang terdampak paling parah adalah Manggala, Biringkanaya, Panakkukang dan Tamalanrea.Kerugian akibat bencana 2024 capai Rp1,95 triliun,” kata Heriawan dalam pemaparannya.
Menurutnya fenomena banjr di Sulsel bukan sekadar fenomena alam tetapi indikasikan krisis ekologi makin parah. Bencana ekologis ini disebabkan penurunan daya dukung dan daya tampung lingkungan yang sangat signfikan.
“Salah satu indikatonya adalah luas tutupan hutan yang tarsisa hanya 1359.039 hekare atau sektar 29.70%dan total luas wiayah Sulsel mi membuat Sulsel masuk kategori kritis,” tegasnya.

Comment