BERITA.NEWS, Parepare — Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tingkat Sekolah Dasar di Kota Parepare menuai sorotan tajam.
Sejumlah orangtua calon siswa mengaku kecewa, lantaran merasa sistem tidak berjalan objektif dan adil.
Salah satunya Lia, orangtua calon murid yang anaknya mendaftar di SD Negeri 5 Parepare.
Meski rumahnya hanya berjarak 500 meter dari sekolah, anaknya justru tidak diterima.
Ironisnya, siswa lain yang jaraknya hingga 5.000 meter justru diterima.
“Jelas sangat kecewa. Saya daftarkan jalur domisili karena masuk dalam zona sekolah, usia juga sesuai syarat. Tapi ditolak, padahal ada yang jaraknya jauh justru diterima,” ungkap Lia, Jumat (27/6/2025).
Menanggapi hal ini, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Parepare, Makmur, menyebut bahwa penerimaan siswa SD memang belum sepenuhnya dilakukan melalui aplikasi SPMB.
“Untuk SD, sistem belum kami terapkan secara penuh. Karena sekolah-sekolah di kota ini saling berdekatan, jadi sulit menentukan zonasinya secara jelas,” terang Makmur.
Ia menjelaskan bahwa SPMB memiliki tiga jalur, yaitu domisili (zonasi), afirmasi, dan mutasi.
Untuk SDN 5, tersedia 84 kuota: 79 domisili, 1 afirmasi, dan 4 mutasi. Namun, keputusan akhir tetap berada di tangan sekolah.
“Aplikasi hanya jadi alat bantu melihat data pendaftar, seperti jarak dan usia. Tapi yang menentukan siapa yang diterima adalah pihak sekolah,” jelasnya.
Sistem ini justru memunculkan dugaan ketidaktransparanan. Orangtua merasa ada perlakuan diskriminatif dalam proses seleksi.
“Tidak objektif, tidak transparan, diskriminatif, tidak akuntabel dan tidak fair,” kritik Lia terhadap sistem penerimaan murid baru.
Makmur mengaku telah menghubungi pihak sekolah terkait dugaan kesalahan pendataan.
Ia juga menyebut telah meminta stafnya mengajukan surat ke Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP) agar ada penambahan kuota khusus.
Ironisnya, Wali Kota Parepare Tasming Hamid sebelumnya menegaskan bahwa penerimaan siswa harus berjalan objektif, transparan, adil, dan bebas diskriminasi.
“Tidak ada tempat untuk praktik titip-menitip, surat sakti, atau cara lain yang merusak integritas. Kalau ada yang bermain-main, akan kami sanksi,” tegas Tasming dalam pernyataan resminya.
Kasus ini menyoroti belum konsistennya penerapan sistem zonasi serta lemahnya pengawasan terhadap transparansi di level sekolah dasar.
Jika tidak segera diperbaiki, sistem ini berisiko mengorbankan hak calon siswa yang sebenarnya lebih layak secara jarak dan usia.
Comment