LAKSUS Desak Kejaksaan Usut Dugaan Kerugian Rp3,9 Miliar di RSUD Haji Makassar

rsud-haji-makassar

Gedung Rumah Sakit Haji Makassar, Jl. Ngeppe. (Foto: Garnesia.com/ Istimewa)

BERITA.NEWS, Makassar – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Sulawesi Selatan (Sulsel) menemukan dugaan kerugian negara sebesar Rp3,9 miliar dalam Laporan Keuangan Pemerintah (LPK) di RSUD Haji Makassar.

Temuan ini mengindikasikan adanya pembayaran jasa pelayanan tanpa dasar alokasi yang jelas, mencakup pembayaran kepada pejabat struktural, dokter, serta pegawai ASN dan non-ASN pada tahun 2023.

Ketua Lembaga Anti Korupsi Sulawesi Selatan (LAKSUS), Muh. Ansar, menilai bahwa temuan ini harus segera ditindaklanjuti oleh kejaksaan.

Ia menegaskan bahwa indikasi kerugian negara tanpa kejelasan alokasi bisa menjadi pintu masuk ke ranah pidana.

“Saya menilai ini adalah akses untuk dijadikan pidana. Seharusnya, kejaksaan sudah memproses pihak-pihak terkait. Jika pembayaran tidak memiliki dasar yang jelas, bukankah itu indikasi korupsi?” ujar Ansar dengan nada geram, Selasa (25/3/2025).

Ansar juga menekankan perlunya transparansi dalam penyelesaian masalah ini. Ia meminta pihak rumah sakit dan kejaksaan memberikan penjelasan terbuka kepada publik.

“Kami menuntut RSUD Haji Makassar untuk memberikan klarifikasi secara transparan kepada masyarakat. Kejaksaan juga harus segera memeriksa pihak rumah sakit agar masalah ini benar-benar tuntas,” tambahnya.

Respons Pihak RSUD Haji Makassar

Di sisi lain, Direktur RSUD Haji Makassar, Dr. Evi Arifin, menyatakan bahwa persoalan ini telah selesai sejak Agustus 2024. Ia meminta agar koordinasi dilakukan melalui bagian humas rumah sakit.

“Sudah beres ini, Pak. Silakan konfirmasi ke bagian humas karena semua informasi keluar melalui mereka,” kata Dr. Evi.

Baca Juga :  Makassar Juara II Ajang STQH 2025, Pemkot Beri Bonus Rp250 Juta

Saat dikonfirmasi, Humas RSUD Haji Makassar, Supriyati Lanna, membenarkan adanya temuan BPK tersebut.

Namun, ia menegaskan bahwa segala kelebihan dan kekurangan pembayaran telah diselesaikan sesuai rekomendasi dari Inspektorat dan BPK.

“Iya, sudah dikembalikan untuk kelebihan bayar dan dibayarkan untuk kekurangan bayar sesuai rekomendasi dari Inspektorat dan BPK. Saat pemeriksaan tahun 2024, masalah ini sudah dianggap selesai,” jelasnya via WhatsApp.

Benarkah Masalah Ini Sudah Selesai?

Meskipun pihak rumah sakit mengklaim telah menyelesaikan persoalan ini, pertanyaan besar masih menggantung:

Apakah benar tidak ada unsur pelanggaran hukum dalam temuan ini?

Jika pembayaran yang dilakukan tidak memiliki dasar alokasi yang jelas, apakah cukup hanya dengan pengembalian dana tanpa ada pertanggungjawaban hukum?

Selain itu, transparansi dalam penyelesaian kasus ini masih menjadi tanda tanya.

Mengapa informasi mengenai temuan BPK ini baru mencuat sekarang jika memang sudah diselesaikan sejak Agustus 2024?

Masyarakat berhak mendapatkan kejelasan. Kejaksaan harus mengambil langkah proaktif untuk mengusut kasus ini secara mendalam.

Jika memang ada indikasi penyalahgunaan keuangan negara, maka harus ada tindakan tegas agar kasus serupa tidak terulang di masa mendatang.

Apakah ini sekadar kesalahan administratif, atau ada indikasi korupsi yang sengaja ditutupi? Jawabannya ada di tangan aparat penegak hukum.

Comment