BERITA.NEWS,Makassar- Bank Indonesia (BI) berbagi cara membedakan uang palsu, tidak perlu sampai membelah seperti yang banyak bereda vidio di media sosial (Medsos) saat ini.
Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Uang BI Marlison Hakim mengatakan kasus uang palsu di Gowa, Sulawesi Selatan, hasil penelitian kualitasnya sangat rendah dan mudah diidentifikasi dengan kasat mata melalui metode 3D (Dilihat, Diraba, Diterawang).
Marlison mengatakan Uang palsu tersebut dicetak dengan menggunakan teknik cetak inkjet printer dan sablon biasa, sehingga tidak terdapat pemalsuan menggunakan teknik cetak offset sebagaimana berita yang beredar.
“Hal tersebut sejalan dengan barang bukti mesin cetak temuan Polri yang merupakan mesin percetakan umum biasa, tidak tergolong ke dalam mesin pencetakan uang,” ucapnya.
Selain itu, tidak ada unsur pengaman uang yang berhasil dipalsukan, a.l. benang pengaman, watermark, electrotype, dan gambar UV hanya dicetak biasa menggunakan sablon, serta kertas yang digunakan merupakan kertas biasa.
Dengan demikian, dapat dikatakan uang palsu tersebut berkualitas sangat rendah seperti temuan uang palsu pada kasus-kasus sebelumnya.
Selanjutnya, BI siap mendukung pihak Polri untuk melakukan penelitian terhadap seluruh barang bukti dugaan uang palsu pada kasus pemalsuan uang di Gowa.
“Berkenaan dengan pemberitaan dan informasi di media sosial terkait keaslian uang Rupiah, dapat kami sampaikan bahwa metode yang efektif dilakukan oleh masyarakat adalah dengan 3D (dilihat, diraba, diterawang),” tegasnya.
Baca Juga: Kepemimpinan Prof Zudan, 6,5 Juta Bibit Gratis Untuk Petani
“Masyarakat tidak perlu melakukan tindakan lainnya yang dapat merusak uang, seperti membelah uang,” lanjut Marlison.
Sebagaimana barang yang memiliki ketebalan, uang Rupiah kertas dalam kondisi apapun (baik masih layak edar ataupun sudah lusuh) juga dapat dibelah menggunakan teknik atau metode tertentu.
“Membelah uang Rupiah juga merupakan salah satu tindakan yang dapat dikategorikan dalam merusak uang dan merupakan pelanggaran dengan sanksi pidana,” ungkapnya.
Pasal 35 UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang mengatur bahwa setiap orang yang dengan sengaja merusak, memotong, menghancurkan dan/atau mengubah Rupiah dengan maksud merendahkan kehormatan Rupiah sebagai simbol negara akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 1 miliar.
Selain itu, masyarakat juga dapat menggunakan alat bantu berupa lampu ultraviolet (UV) mengidentifikasi ciri keaslian uang Rupiah kertas yang memendar dalam beberapa warna.
Diketahui bahwa uang palsu yang ditemukan berpendar di bawah lampu UV berkualitas sangat rendah dan memiliki pendaran yang berbeda baik dari segi lokasi, warna, dan bentuk dengan uang Rupiah asli.
Secara visual uang palsu dimaksud sangat mudah diidentifikasi tanpa perlu menggunakan bantuan lampu UV.
“Untuk itu, masyarakat dihimbau untuk tidak perlu khawatir dalam bertransaksi menggunakan uang Rupiah dan tetap berhati-hati dengan mengecek keaslian uang cukup melalui metode 3D,” tuturnya.
Bank Indonesia juga senantiasa mengingatkan masyarakat mengenai hukuman terhadap tindak pidana Uang Rupiah.
Sebagaimana diatur dalam UU Mata Uang Pasal 36, setiap orang yang memalsu Rupiah dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Setiap orang yang mengedarkan dan/atau membelanjakan Rupiah yang diketahuinya merupakan Rupiah Palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
Bank Indonesia secara berkala berkoordinasi dengan seluruh unsur Botasupal (BIN, Polri, Kejaksaan, DJBC), perbankan, dan instansi terkait lainnya dalam melakukan pencegahan dan pemberantasan uang palsu.


Comment