BERITA.NEWS, SINJAI – Kisah cinta Maya Ningsrida dan Francesco C memang menjadi sorotan karena menyatukan dua budaya yang berbeda—Bugis dari Sinjai, Sulawesi Selatan, dan Italia.
Pertemuan mereka yang berawal di Dubai hingga akhirnya melangkah ke jenjang pernikahan menunjukkan betapa cinta dapat melintasi batas-batas geografis dan budaya.
Prosesi Adat Bugis Sebelum Pernikahan
Sebagai penghormatan kepada budaya Bugis.
Pasangan ini melaksanakan serangkaian prosesi adat, seperti mappaccing, mapettuada, dan mappaenre doi.
Mappaccing adalah ritual penyucian diri sebelum pernikahan, biasanya dilakukan pada malam sebelum acara utama.
“Mappccingnya itu pada Minggu malam (1/12/2024) di rumah Maya di Dusun Congkoe, Desa Lamatti Riaja, Kecamatan Bulupoddo,” kata Kepala Dusun, Satri Asma.
Mappaenre doi merupakan tradisi menyerahkan uang atau mahar dari pihak keluarga calon mempelai pria kepada pihak keluarga wanita.
Informasi yang dihimpun BERITA.NEWS, Franscesco mengeluarkan biaya lamaran dengan total Rp578.250.000 atau kurang lebih setengah miliar rupiah.
Semua prosesi ini dilakukan di Dusun Congkoe, tempat asal Maya, yang menjadi pusat kebahagiaan keluarga besar.
Kehadiran keluarga Francesco
yang menarik. Keluarga besar Francesco, termasuk ibunya, menunjukkan dukungan penuh dengan hadir di prosesi adat tersebut.
Ini menunjukkan penghargaan mereka terhadap tradisi Bugis, meskipun berasal dari latar belakang budaya yang berbeda.
Awal Pertemuan
Maya, yang lahir pada 28 Agustus 1989, memulai kariernya sebagai pemandu wisata di Bali sebelum menjadi pengusaha di Dubai.
Di kota internasional itulah Maya bertemu Francesco.
Hubungan yang awalnya profesional kemudian berkembang menjadi kisah cinta hingga akhirnya berujung pada komitmen pernikahan.
Kisah mereka menjadi inspirasi banyak orang, bahwa cinta sejati mampu melampaui segala perbedaan, termasuk perbedaan budaya dan jarak.
Prosesi pernikahan mereka pada Senin, 2 Desember 2024, pasti akan menjadi momen bersejarah bagi keluarga dan masyarakat Sinjai. (*)
Comment