Pengusaha Ryan Latief (kiri) saat penandatanganan kerja sama dengan Direktur PT Lontara Jaya Sakti, CWH di depan notaris, Desember 2022 silam (IST)
BERITA.NEWS, Makassar – Pengusaha Ryan Latief yang melaporkan Direktur PT Lontara Jaya Sakti, CWH di Polda Sulsel terkait dugaan penipuan dan penggelapan dengan total kerugian Rp2,1 M meminta terlapor menghormati proses hukum yang sementara berjalan.
“Saya tidak mau berdebat, intinya kita hormati proses hukum. Pertanggungjawabkan apa yang sudah dilakukan dan selesaikan utangnya,” ucap Ryan Latif sambil tertawa kepada berita.news, Selasa 21/11/2023)
Lebih jauh Ryan Latief mengungkapkan fakta, PT Lontara Jaya Sakti yang dikelola terlapor banyak menuai persoalan dengan pemerintah, mulai dari temuan LHP BPK RI Perwakilan Sulsel terkait sewa lahan cold storage dan pabrik es oleh PT Lontara Jaya Sakti di Takalar dengan nilai tunggakan Rp335 juta.
“Belum lagi, penyewaan cold storage di Sinjai yang bermasalah. Ini kan fakta, bahwa dia (SCW) orang bermasalah. Utang kepada negara saja dia lalai, apalagi saya,” celutuk Ryan Latif.

Untuk itu, Ryan Latief mengingatkan CWH agar berhenti menggiring opini dan memutarbalikkan fakta.
“Sekali lagi saya tekankan, ini sudah masuk ranah hukum, jangan sampai muncul masalah baru lagi pencemaran nama baik, CWH silakan pertanggungjawabkan di depan hukum,” tegasnya.
Terlebih lagi, lanjut Ryan Latief bukan hanya dirinya yang menjadi korban, tapi ada 5 korban lainnya yang akan mempidanakan CWH dengan kerugian miliaran rupiah.
“Modusnya bervariatif. Mulai dari investasi kerja sama sampai pembayaran DP PO. Bahkan salah satu korban pernah diancam dihabisi saat ingin meminta kembali uangnya. Sampai saat ini korban yang warga Tionghoa merasa depresi dan trauma karena dugaan ancaman pembunuhan oleh CWH bersama suaminya yang merupakan oknum anggota aktif. Mereka semua, para korban ini akan menempuh langkah hukum,” tandas Ryan.
Sebelumnya, SCW dilaporkan Ryan Latief, Senin (20/11/2023) dengan nomor laporan LP/B/1037/XI/2023/SPKT/Polda Sulawesi Selatan.
Dugaan penipuan berawal saat terlapor hendak membeli dua unit rumah milik pelapor yang terletak di Perumahan Graha Lestari, Kelurahan Bangkala, Kecamatan Manggala, Kota Makassar dengan harga Rp6 miliar.
Rumah korban itupun dibeli oleh terlapor. Hanya saja terlapor tidak secara langsung tunai membayar rumah dibelinya itu. Terlapor membayar pelapor senilai Rp4 miliar dari pencairan Bank BNI, bukan uang pribadinya. Kepada pelapor berjanji akan melunasi sisa pembayaran rumah tersebut senilai Rp2 miliar.
Seiring berjalannya waktu, terlapor bukannya menepati janjinya untuk membayar kekurangan pembelian rumah milik pelapor dengan secara tunai. Namun terlapor membayar secara bertahap. Bahkan, terlapor ini menjanjikan pelapor membayar kekurangannya pada bulan Juli 2023.
Belum dapat menepati janji terlapor ke pelapor, sehingga terlapor mengajak korban untuk bekerjasama dalam usaha perikanan sebesar Rp1,5 miliar. Dimana terlapor beralasan bahwa dana tersebut akan dibelikan 1 unit kapal tangkap ikan dengan perjanjian di notaris Irma Akil SH, M Kn dengan No 03 tertanggal 26 Desember 2022.
Dengan perihal kerja sama tersebut korban dijanjikan keuntungan sebesar 7% dari hasil kapal tangkap ikan. Namun sampai saat ini terlapor tidak pernah memperlihatkan fisik maupun dokumen pembelian kapal tangkap ikan tersebut kepada korban, kemudian terlapor juga belum melunasi sisa pembelian rumah kepada korban sebesar Rp979.441.000.
Lagi-lagi terlapor melancarkan akal bulusnya dengan memberikan kepada korban cek sebanyak 5 lembar sebesar Rp915.000.000. Dan untuk mengembalikan modal pembelian kapal tangkap ikan. Namun belakangan diketahui bahwa cek tersebut merupakan cek kosong.
Lantaran terlapor melakukan dugaan penipuan dan penggelapan sehingga pelapor melaporkan peristiwa dialaminya di Polda Sulsel untuk diproses hukum lebih lanjut.
Comment