BERITA.NEWS, Bandung – Plt Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Giring Ganesha menyatakan kesiapannya sebagai calon presiden di Pilpres 2024. Ia maju ke kursi orang nomor satu di Indonesia itu, karena melihat kaum muda sangat pesimistis terhadap perpolitikan Indonesia.
Guru Besar Ilmu Politik Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) sekaligus pengamat politik nasional Cecep Darmawan mengatakan eks vokalis band Nidji itu sah-sah saja untuk mendeklarasikan kesiapannya menuju panggung politik nasional.
“Hak konstitusional, silakan saja. Ini juga merupakan suatu bentuk pendidikan politik, mungkin terlalu dini. Tapi dalam politik ini merupakan hal yang biasa, sosialisasi lebih awal, toh nanti juga akan terbentuk kompromi pada saatnya, berkoalisi dengan pihak mana begitu,” ujar Cecep saat dihubungi, Selasa (25/8/2020), mengutip Detikcom.
Sejauh ini, ia melihat banyak tokoh muda yang muncul dalam bursa Pilpres 2024. Menurutnya, merupakan keputusan yang tepat bagi Giring untuk memanfaatkan momentum tersebut sekaligus memastikan reaksi dari publik.
“Karena Pak Jokowi juga secara konstitusional sudah tidak mungkin maju karena sudah dua periode, calon baru yang lebih milenial juga tengah mencari pangsa pasar politik,” katanya.
Kendati begitu, ia menggarisbawahi bahwa modal popularitas saja tidak cukup untuk tokoh muda ini untuk melenggangkan diri ke bursa Pilpres 2024. Sejumlah faktor pun meski disiapkan seperti jejaring, mesin partai yang harus dipastikan berjalan baik dan juga kemungkinan meraih hati partai koalisi.
“Kemudian juga secara aturan apakah partai ini memiliki presidential threshold, parliamentary threshold, harus dihitung dan selebihnya harus punya modal politik dari sisi kefiguran, komunikasi politik, jejaring, dana politik juga butuh. Intinya masih banyak faktor yang mempengaruhi,” tutur Cecep.
Giring yang relatif muda juga, ujar Cecep, diprediksi akan bersaing dengan sejumlah tokoh yang relatif muda lainnya. Dalam beberapa survei muncul sejumlah nama yang kental dengan generasi milenial.
“Mungkin nanti di Jabar juga tokoh yang relatif muda seperti Ridwan Kamil juga mungkin mencalonkan, ada Anies Baswedan di Jakarta, Puan Maharani, AHY. Dan saya prediksi pada Pilpres 2024 ini akan menjadi momentum peralihan generasi,” katanya.
“Jadi ibaratnya generasi 50 tahun ke bawah (yang berperan aktif), ini merupakan estafet. Mungkin dari generasi yang lima puluh atau enam puluhan tahun akan tetap ada yang mendaftar, tapi yang muda di usia 30 – 50 tahun akan juga bersaing di situ,” ucap Cecep menambahkan.
Terkait citra Giring di media, Cecep melihat sosok pria berambut ikal itu juga memiliki peluang untuk meraih posisi. Terlebih, Giring yang sempat maju di Pileg 2019 itu disebutnya tak memiliki beban politik. “Giring masih muda dan bukan warisan masa lalu, calon ini sangat cair dan bisa menjadi pelatuk untuk calon (muda) lainnya mempersiapkan diri,” katanya.
Sementara itu, pengamat politik sekaligus Guru Besar Ilmu Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran Muradi mengatakan, dalam komunikasi politik ada empat yang bisa saja dilakukan oleh Giring.
“Dia kan jadi Plt Ketua Umum PSI, jadi dalam komunikasi politik itu ada empat. Pertama, dia harus buat kemunculan yang (perhatian) semua orang ke dia. Kalau munculin ini, orang tidak tahu dia siapa,” kata Muradi via sambungan telepon, Selasa (25/8/2020).
Seperti diketahui, Giring menjadi Plt Ketum PSI karena saat ini Grace Natalie sedang melanjutkan pendidikannya di luar negeri.
“Kedua, ini menyangkut soal konsolidasi internal. Ketiga, butuh atensi dari partai politik lain dan keempat, menjadi soal bahwa kemudian dia ingin memberikan kejutan politik untuk orang-orang yang dianggap menjadi pendukung PSI,” ungkapnya.
“Saya kira, empat hal ini menjadi salah satu bagian kenapa dia mendeklarasikan itu (maju di pilpres),” tambahnya.
Menurut Muradi, PSI tidak memiliki kursi di parlemen dan PSI juga bukan partai besar. Sehingga untuk mencalonkan diri di Pilpres 2024 mendatang harus mendapatkan dukungan dari partai lain.
“Karena, kita sama-sama tahu kalau normatif dia tidak punya kursi di nasional. Dia juga bukan partai besar, mereka juga paham untuk lolos jadi calon presiden minimal dia punya dukungan 20 persen parlemen dan 20 persen di suara populasi. Kalau pun muncul baliho dimana-mana. Kemarin saya ke Jawa ada baliho dia dimana-mana, kalaupun ada itu untuk menarik (perhatian) publik, walaupun orang bertanya ini siapa,” ucapnya.
Saat disinggung, apakah deklarasi yang dilakukan Giring merupakan sensasi?
“Bahasa terlalu kasar seperti itu, dia muncul dengan kejutan politik. Atau shocking politik, yang menurut dia merasa perlu segera muncul. Saya kira, biasa-biasa saja dan masih terlalu jauh. Karena tidak ada calon kalau merujuk pada pilpres sebelumnya yang berasal dari partai yang tidak punya kursi,” tuturnya.
Selain itu, ada juga political ego, ada ego politik yang tidak sembarang (bisa dilakukan), misalkan PDI Perjuangan pilih Puan, karena punya kursi atau Demokrat.
“Giring gimana? Ini tidak buat saya terkejut, ini biasa saja. Dia ingin memainkan peran muncul dengan kejutan, muncul dengan kalimat-kalimat yang buat orang dia siapa. Secara normatif masih jauh, dan yang bisa mencalonkan yang punya kursi sekarang,” ujarnya.
. Detikcom
Comment