BERITA.NEWS, Jakarta – Anggota Komisi Hukum dan HAM DPR RI, M Nasir Djamil mengharapkan agar semua pihak menghormati proses legislasi yang dilakukan oleh DPR dan Pemerintah.
Jika ada kelompok masyarakat yang tidak puas dengan apa yang ada di dalam undang-undang, maka langkah konstitusional dengan cara melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi, adalah sikap kstaria dan akademik.
Hal itu disampaikan oleh Nasir terkait pro kontra penerbitan Perppu KPK oleh Presiden.
Meskipun Perppu merupakan hak subjektif Presiden, tapi DPR juga ingin mengingatkan bahwa UU KPK hasil revisi adalah hal yang disepakati dan disahkan setelah mendapat persetujuan oleh kedua lembaga negara itu. Makanya tidak elok jika Presiden menolaknya dengan cara menerbitkan Perppu.
“Perppu KPK itu seperti kita memukul air dalam baskom. Percikan airnya pasti mengenai wajah kita. Karena itu jika Perppu diterbitkan, penilaian saya Presiden akan offside,” ujar Nasir bertamsil.
Dikatakan, tokoh-tokoh masyarakat yang mendesak Presiden menerbitkan Perppu, disadari atau tidak, seperti menyandera Presiden. Bahkan mereka juga mendikotomi dan cenderung menyederhanakan masalah.
“Yang menolak Perppu disebut pro koruptor, sedangkan yang setuju dinilai anti koruptor. Pembelahan ini cenderung menjauhkan kita dari solusi,” ujar Nasir.
Selanjutnya Nasir mengharapkan agar perdebatan pro dan kontra Perppu lebih akademis dan terhormat, maka langkah melakukan uji materi, sangat dianjurkan. Biarlah para hakim di MK yang menilai dan memutuskan bahwa norma-norma yang diatur dalam revisi UU KPK konstitusional atau sebaliknya.
“Kita harus percaya dengan MK dan menghindari saling sandera. Uji materi meskipun memakan waktu yang tidak pendek, tapi berguna bagi pembelajaran anak bangsa, terutama kalangan terpelajar dan mahasiswa. Tunjukkan bahwa Indonesia adalah negara yang hukum yang demokratis,” ujar Nasir .
- Muhammad Srahlin
Comment